Komisioner KY gugat aturan penyidik ke MK

id Komisioner KY, komisi yudisial, Taufiqurrohman Syahuri, mk, mahkamah agung

Komisioner KY gugat aturan penyidik ke MK

Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrohman Syahuri (ANTARA FOTO)

Jakarta, (ANTARA Sumsel) - Komisioner Komisi Yudisial  Taufiqurrohman Syahuri menggugat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang mengatur penyidikan anggota KY.

MK akan menyelenggarakan sidang perdana pengujian Pasal 10 ayat (1) UU KY dan Pasal 17 ayat (1) UU MA pada pukul 14.00 WIB, Selasa.

Pasal 10 ayat (1) UU KY berbunyi: "Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau (b) berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan keamanan negara".

Pasal 17 ayat (1) UU MA berbunyi: "Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal: (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau (b) berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara".

Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Asrun, dalam permohonannya menyatakan pasal yang dimohonkan pengujian menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional Pemohon.

Menurut pemohon, kedua pasal tersebut tidak mengandung asas keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum.

Pemohon menyatakan persetujuan Presiden sebelum memeriksa pejabat negara diperlukan dalam rangka melindungi harkat, martabat dan wibawa pejabat negara dan lembaga negara agar diperlakukan secara hati-hati, cermat, tidak sembrono dan tidak sewenang-wenang.

Ketentuan tentang prosedur ijin ini menggantikan forum privilegiatum yang diatur dalam Pasal 106 UUDS 1960 (atau Pasal 148 Konstitusi RIS), karena sejak 1 Juli 1959 konstitusi Indonesia tidak lagi berdasarkan UUDS 1960 tetapi kembali kepada UUD 1945 dan dalam UUD 1945 tidak dikenal ketentuan forum privilegiatum .

Pemohon menyatakan persetujuan Presiden juga diperlukan dalam hal pemeriksaan kepolisian yang dilakukan terhadap pejabat negara lainnya yaitu Hakim Konstitusi, Anggota BPK, Anggota DPR, Pimpinan dan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana telah diatur dalam undang-undang.

Oleh karenanya adanya persetujuan Presiden juga sangat diperlukan dalam hal dilakukannya tindakan kepolisian terhadap Anggota Komisi Yudisial dan Hakim Agung;
Menurut pemohon, tidak adanya frasa persetujuan Presiden bagi pemeriksaan pejabat negara, termasuk bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dan Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung, oleh kepolisian terbukti telah membuat ketidakpastian hukum kepada Pemohon, karena ketentuan pasal tersebut terbukti mengganggu pelaksanaan tugas sebagai Komisioner Yudisial.

"Ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU 22/2004 dan Pasal 17 ayat (1) UU 14/1985 tidak memenuhi syarat pembentukan peraturan perundang-undang yang baik karena membuahkan ketidakpastian hukum dan diskriminasi perlakuan antar pejabat terkait 'izin Presiden'," kata pemohon dalam permohonannya.

Untuk itu, Taufiqurrahman Syahuri meminta MK menyatakan Pasal 10 ayat (1) UU KY  bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden tidak dimaknai sebagai Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial dapat dipanggil, dimintai keterangan, penyidikan, ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden".

Mennyatakan Pasal 17 ayat (1) UU MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai sebagai Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah Agung dapat dipanggil, dimintai keterangan, penyidikan ditangkap atau ditahan hanya atas  perintah Jaksa Agung setelah mendapatkan persetujuan Presiden.