Menjaga tunas muda usahawan songket

id songket, umkm

Menjaga tunas muda usahawan songket

Penenun kain khas Palembang Muhammad Muzakir sedang membuat kain tajung menggunakan alat tenun tradisional di kediamannya di Kelurahan 13 Ulu, Palembang, Sabtu (24/10). (Foto Antarasumsel.com/15/Dolly Rosana)

...Yang saya suka, adanya pendampingan dari Bank Sumsel Babel dengan diikutkan dalam beberapa pelatihan, selain itu akan diajak pameran....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Bisnis kain khas Palembang sangat menjanjikan karena cenderamata buatan tangan ini masih menjadi buruan di pasar dalam negeri hingga ekspor.
     
Meski sangat berpotensi tapi untuk menggeluti usaha pembuatan kain songket, tajung, dan blongsong ini bukan perkara mudah, karena pelaku usaha dihadapkan kesulitan mendapatkan tenaga kerja dan modal.
     
Muhammad Muzakir (21), generasi keempat Keluarga Haji Kamimi yang secara turun temurun telah menggeluti usaha tenun kain ini mengatakan, dirinya juga sempat ragu ketika pertama kali ditawari untuk memulai pada empat tahun lalu.

Namun, berkat dukungan keluarga, Zaki, sapaan akrabnya, akhirnya bersedia fokus untuk melestarikan usaha keluarga ini yang sudah dirintis kakek buyutnya sejak tahun 60-an. 

Keinginan kuat ini juga didorong rasa bangga atas kerja keras Haji Kamami  yang juga dikenal oleh kalangan penenun Palembang sebagai pencipta mesin tenun kain (khusus tidak berbenang emas).

"Seriusnya sejak masuk kuliah, saya ditantang paman untuk usaha sendiri, mulai dari membuat hingga memasarkan. Sebab selama ini sekadar bantu-bantu ibu saja. Karena saya berminat, jadi diberikan pinjaman mesin tenun oleh ibu," kata Zaki yang dijumpai di kediamannya di Kelurahan 13 Ulu, Sabtu (24/10).

Pada awalnya, Zaki relatif tidak mengalami kesulitan karena memanfaatkan jaringan orangtua untuk memasarkan produk.

Menurutnya, jaringan kedua orangtuanya ini cukup terjaga karena mendapatkan dukungan produksi pada cabang di Cirebon yang dikelola salah seorang kerabat.

Ia menceritakan, asal muasal membuka usaha di Cirebon itu, karena kakek buyut Haji Kamimi berasal dari daerah itu dan menikah dengan nenek buyut Zaki berketurunan Palembang. Lantaran itu pula, sang kakek buyut bisa menciptakan mesin tenun karena selama tinggal di Jawa juga mempelajari teknik pembuatan kain tenun.

"Usaha di Cirebon tetap dipertahankan, karena di sana cukup mudah mendapatkan tenaga kerja. Ada sekitar 12 orang penenun dengan 12 mesin, sementara di Palembang, kesulitan untuk mencari orang yang mau belajar menenun. Ini bisa dimaklumi karena butuh waktu satu bulan untuk belajar, dan setelah bisa, upahnya hanya Rp30 ribu per kain," kata dia.

Tak heran kiranya, pada generasi ke-4 keluarganya ini, hanya tiga orang yang pandai membuat tenun songket yakni Zaki dan dua orang sepupu perempuannya.

Namun kondisi itu tidak melemahkannya, malah membuat semakin tertantang untuk maju. Anak pertama dari tiga bersaudara ini pun memulai dengan memperkerjakan diri sendiri tanpa merekrut tenaga kerja dengan menggunakan mesin tenun pinjaman ibunda tercinta. 

Dalam satu pekan, Zaki mampu memproduksi 23 kain tajung dengan harga Rp180 ribu per lembar, dan 14 selendang blongket (kain kreasi bermotif songket karya sang paman) dengan harga Rp250 ribu per lembar. Sementara biaya produksi yang pasti dikeluarkan yakni membeli satu bal benang untuk dua bulan seharga Rp30 juta.

"Sejak memulai bisnis sendiri ini, saya pun tidak pernah meminta uang kuliah dari orang tua," kata pria kelahiran Palembang,13 Desember 1993 ini.

Setelah menggeluti selama tiga tahun sembari kuliah, Zaki pun mulai memikirkan bagaimana cara mengembangkan usaha karena jika hanya mengandalkan dirinya sendiri sebagai tenaga kerja maka akan sulit.

Lantaran itu, ia berniat untuk menambah tenaga kerja. Sementara untuk kebutuhan mesin tenun, kedua orangtuanya bersedia memberikan bantuan sebanyak dua unit.

Bantuan ini diberikan karena harga satu unit mesin untuk menenun selendang tergolong mahal yakni seharga Rp30 juta, sementara untuk menenun kain seharga Rp60 juta.

"Akhirnya, muncul keberanian untuk meminjam uang ke bank, setelah tanya sana-sini, saya pun mengajukan ke Bank Sumsel Babel dan diterima. Sejak bulan ini sudah masuk ansuran ketiga," kata dia.

Zaki mendapatkan kucuran kredit khusus UMKM sebesar Rp20 juta dengan bunga 15 persen per tahun, selama dua tahun masa pengembalian.

Dengan dana pinjaman itu, Zaki berniat menambah tenaga kerja dan menambah stok produk supaya bisa memenuhi permintaan dadakan (semisal ada ajang nasional di Palembang).

"Yang saya suka, akan ada pendampingan dari Bank Sumsel Babel dengan diikutkan dalam beberapa pelatihan dan diajak pameran. Inilah kesempatan saya untuk membuka jaringan," kata pemuda yang baru saja menyelesaikan pendidikan strata satu jurusan informatika di Universitas Bina Darma Palembang ini.

Sementara itu, Ketua Komunitas Wirausahawan Muda Kain Tenun Athoillah mengatakan kehadiran Muzakir dalam usaha tenun kain khas Palembang ini memberikan angin segar karena semakin sedikit kalangan muda yang mau menekuni bidang ini.

Saat ini di sentra kain tenun kain tajung dan blongsong di kawasan Tuan Kentang, Kertapati, hanya terdapat tujuh usahawan dengan total 13 orang tenaga kerja.

Sebagian besar pekerja sudah berusia tua, sementara yang berusia muda hanya tiga orang.

"Jika dilihat perkembangan sejauh ini, bisa jadi orang Palembang asli hanya kebagian pemasaran saja, sementara penenunnya dari luar, karena sudah sangat sedikit yang mau belajar. Kehadiran Muzakir ini, menumbuhkan harapan baru karena ia bisa menenun juga sekaligus sebagai usahawannya," kata dia.

Hanya saja, Zaki membutuhkan pendampingan dari keluarga untuk tetap bertahan karena menjalankan bisnis kain tenun ini tidak mudah jika tidak paham rahasianya. 

Setiap pelaku harus memiliki modal hingga tiga lapis yakni untuk bahan benang, untuk stok, dan untuk kebutuhan sehari-hari.

"Modal bahan ini harus karena membuat kain butuh waktu, kemudian harus bisa menyetok agar bisa memenuhi permintaan. Dua modal ini saja tidaklah cukup, harus ada juga uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata dia.

Biasanya, kejadian yang berujung kebangkrutan uang untuk kebutuhan sehari-hari mengambil dari modal stok dan benang sehingga jika sudah terdesak terpaksa menjual kain dengan harga murah. Jika sudah begini maka akan rugi dan tidak ada lagi uang untuk membeli benang.

"Usaha kain ini sebenarnya, susah-susah gampang. Jika tidak pandai mengatur maka akan bangkrut, belum lagi kesulitan untuk mencari orang yang mau belajar menenun. Alhasil, pemilik sendiri yang menenun, jika sudah begini maka energi terkuras dan tidak ada waktu untuk mengembangkan usaha lagi," kata dia.

Untuk itu, dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan pelaku usaha muda kain tenun, seperti dari komunitas untuk menjaga harga dan kualitas, serta perbankan untuk tambahan modal.

Prioritas BSB

Sementara itu, pembiayaan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu prioritas Bank Pembangunan Daerah Bank Sumsel Babel dengan mengalokasikan sebanyak 30 persen dari total dana kredit senilai Rp1,5 triliun pada 2015.
    
Direktur Utama PT Bank Sumsel Babel M Adil mengatakan, perhatian khusus pada sektor UMKM ini sebagai bentuk kepedulian perusahaan dalam menumbuhkan perekonomian sektor rill yang mulai menggeliat sejak beberapa tahun terakhir.
    
"Jika dibandingkan bank-bank lain, bisa dikatakan Bank Sumsel Babel yang tertinggi dalam penyaluran ke sektor UMKM. Pada tahun lalu berkisar 28-30 persen dari total kredit, atau melampaui ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengharapkan hingga 21 persen," kata Adil yang dijumpai seusai menerima penghargaan "Marketeer of the Year Palembang 2015" dari sisi sektor perbankan.
    
Meski sudah melampaui ketentuan OJK, tapi Bank Sumsel Babel tidak mau berpuas diri mengingat terdapat ribuan pengusaha UMKM di daerah yang memerlukan bantuan tambahan modal.
    
Terkait dengan dukungan modal ini, Bank Sumsel Babel juga memberikan produk khusus bagi kalangan UMKM dengan menyediakan batasan maksimal pinjaman hingga Rp1 miliar.
    
"Saat ini yang lagi banyak pinjaman dari usaha perdagangan, pertanian, perkebunan, terutama di kabupaten/kota. Selain itu banyak juga dari kalangan pengumpul untuk usaha ritel," kata Adil.

Pengamat ekonomi Hendry Saparini dalam sebuah seminar di Palembang beberapa waktu lalu mengatakan perbankan perlu mendampingi pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya.

Menurutnya, pelaku usaha ini bukan hanya membutuhkan suntikan modal tapi pendampingan dari lembaga terkait untuk mampu menembus pasar.
     
"Sebagian besar, masih takut meminjam uang di bank. Ini karena kurang edukasi saja, tapi jika diberikan pengertian manfaat dari menambah modal, saya rasa mereka akan mau asalkan bunga yang ditawarkan sangat rendah," kata dia.
     
Setelah mendapatkan modal, yang tak kalah penting yakni didampingi oleh kalangan perbankan tersebut.
     
"Ini yang sering disayangkan. Setelah mendapatkan suntikan modal, mereka jadi terjebak karena tidak ada yang mengajari bagaimana memaksimalkan dana yang tersedia. Akhirnya, pelaku UMKM akan hanya memikirkan bagaimana cara mengembalikan utang, bulan per bulan," kata dia.
    
Muzakir merupakan potret usahawan muda yang baru bertunas. Seperti layaknya tumbuhan yang baru menyembul dari permukaan tanah, ia sangat mudah dipatahkan karena memiliki batang yang sangat lembut.

Dukungan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah hingga kalangan perbankan akan membuat Muzakir menjadi usahawan kuat yang tahan terhadap krisis.