Kebakaran lahan dapat ditetapkan kondisi luar biasa

id kebakaran lahan, kebakaran hutan, sidang kebakaran lahan, Atja Sondjaja, ahli hukum lingkungan hidup

Kebakaran lahan dapat ditetapkan kondisi luar biasa

Ahli Hukum Acara Perdata Atja Sondjaja yang juga mantan Hakim Agung menjadi saksi ahli sidang pembakaran lahan yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun 2014 yang lalu di Pengadilan Negeri Palembang, Sumsel. (Foto Antarasumsel.com/Nova Wahyudi/15/den

....Ini pun harus dilihat lagi, apakah perusahaan yang digugat membakar lahan telah menerapkan seluruh standar operasional prosedur....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Ahli hukum lingkungan hidup Atja Sondjaja mengatakan kebakaran lahan dapat ditetapkan sebagai kondisi luar biasa atau force majeure, asalkan dapat dibuktikan melalui badan berakreditasi terdapat pengaruh cuaca.

"Ini pun harus dilihat lagi, apakah perusahaan yang digugat membakar lahan telah menerapkan seluruh standar operasional prosedur. Jika sudah diterapkan tapi memang ada pengaruh cuaca, maka bisa ditetapkan kondisi luar biasa," kata Atja dalam keterangan sebagai saksi pada sidang gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke perusahaan pemasok Asia Pulp & Paper, PT Bumi Mekar Hijau di Palembang, Selasa.

Dalam keterangan sebagai saksi pada kasus gugatan bernilai Rp7,8 triliun itu, mantan Hakim Agung ini menjelaskan bahwa kondisi force majeure merupakan kondisi di luar kemampuan manusia. Sehingga, siapapun yang berada dalam kondisi tersebut maka akan menghadapi hal serupa.

"Contohnya, seseorang yang sudah berjanji akan menyerahkan sapi ke pembelinya, kemudian di tengah jalan ternyata hewannya itu di sambar petir, maka bisa dikatakan masuk kategori force majeure. Jadi dapat terlepas dari tanggung jawab karena terkena penyebab dari luar bukan dari dia," katanya.

Menurutnya, dalam kasus hukum lingkungan harus hati-hati dalam menetapkan kondisi force majeure ini karena harus juga mempertimbangkan unsur kesengajaan dan kelalaian.

"Jika perusahaan tersebut sudah menerapkan standar operasional prosedur dan menyiapkan semua sarana dan prasarana kebakaran lahan maka baru bisa lepas. Tapi, jika setelah diteliti dan dibuktikan ada unsur kelalaian dan kesengajaan maka dapat dijerat dalam perbuatan melanggar hukum," kata dia.

Untuk perbuatan melanggar hukum ini, dapat dikenakan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku melalui upaya pembuktian.

"Lalai itu merupakan perbuatan melanggar hukum meski tidak ada unsur kesengajaan, karena dalam hukum kelalaian bukan saja berdampak negatif tapi juga positif," kata dia.

Sementara itu, Ketua tim penasehat hukum PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH) Kristianto mengatakan perusahaan sudah mengajukan pengklarifikasian di persidangan sebelumnya, terkait telah dilakukannya standar operasional prosedur dan terpenuhi sarana dan prasarana pencegahan kebakaran.

"Begini saja, pemerintah sejak awal tahun sudah mempersiapkan upaya pencegahan, dan sejak Agustus sudah sibuk memadamkan api, apakah apinya padam ?. Artinya ada faktor yang tidak mudah, yakni cuaca dan ini dapat dikategorikan force majeure," kata dia.

Ia menambahkan, untuk membuktikan itu, PT BMH juga turut melampirkan pernyataan BMKG yang menyatakan adanya anomali cuaca dari 2013 hingga 2015.

"Semua klarifikasi sudah dinyatakan di persidangan, dan perusahaan masih menunggu proses berikutnya karena sidang yang seharusnya sudah selesai, kini dilanjutkan kembali karena penggugat ingin menambah saksi," kata dia.

PT BMH digugat atas perbuatan melawan hukum atas dugaan pembakaran lahan di area seluas 20.000 hektare pada tahun 2014 di Distrik Simpang Tiga Sakti dan Distrik Sungai Byuku Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.

Akibat perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian lingkungan hidup sebesar Rp2,6 triliun dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp5,2 triliun dengan total Rp7,8 triliun.

Sementara, jika diamati dari nilai gugatan, kasus tersebut menjadi catatan tersendiri karena menjadi yang terbesar dalam sejarah KLHK.