Gapkindo minta pemerintah perhatikan nasib petani karet

id gapkindo, petani karet

Gapkindo minta pemerintah perhatikan nasib petani karet

Seorang buruh melakukan penyadapan di kebun karet (Foto Antarasumsel.com/Feny Selly)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Sumatera Selatan meminta pemerintah memperhatikan nasib dan kesejahteraan petani karet yang saat ini mengalami kesulitan ekonomi, akibat anjloknya harga jual komoditas tersebut.

Ketua Gapkindo Sumsel Alex K Eddy di Palembang, Selasa, mengatakan, pemerintah diharapkan memberikan bantuan secara langsung ke petani seperti pemberian beras murah.

"Saat ini petani demikian terpuruk, bisa dikatakan mereka sudah masuk kategori miskin. Bantuan secara langsung yang saat ini ditunggu dari pemerintah, seperti sembako murah, pengobatan gratis, dan lainnya," kata Alex.

Ia mengemukakan, saat ini pendapatan yang diperoleh dari menjual getah karet tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Harga karet di tingkat petani hanya berkisar Rp5.000 per kg, sementara hasil sadapan paling banyak 20 kg setiap harinya. Jadi mereka hanya mendapatkan sekitar Rp100.000 per hari, dan itu pun harus dibagi 50 persen ke pemilik lahan," kata dia.

Menurutnya, petani karet membutuhkan "obat" jangka pendek untuk tetap bertahan, sembari mengharapkan pemerintah mencari solusi agar harga karet tidak jatuh di pasaran.

"Jika menunggu membaiknya perekonomian dunia, tidak ada yang bisa memastikan kapan ini akan berakhir. Sementara, kehidupan petani karet semakin terpuruk, dibutuhkan kebijakan pemerintah untuk menyentuh mereka," kata dia.

Ia mengharapkan, pemerintah bekerja keras untuk merealisasikan hilirisasi karet dengan mendorong investor masuk ke dalam negeri.

"Indonesia tidak bisa lagi hanya bergantung pada serapan ekspor, harus juga ada upaya untuk menyerap sendiri produksi petani karet sehingga di saat pelemahan ekonomi masih bisa bertahan," kata dia.

Anwar, petani karet Mesuji Raya Kabupaten Ogan Komering Ilir mengatakan harga getah karet bongkahan anjlok sejak awal tahun dari Rp7.000 menjadi hanya Rp6.300 (kering 100 persen) dan Rp5.300 per kg (masih basah dengan masa pengeringan dua hari).

"Saat ini sulit, lahan banyak dibiarkan petani karena harga jatuh. Sebagian besar petani saat ini menjadi buruh di kebun sawit. Petani mengharapkan pemerintah mengatasi masalah harga jatuh, bukankah dulu pemerintah juga yang menyuruh untuk menanam karet," kata dia.

Menurut Alex K Eddy, harga karet di tingkat petani melorot akibat pengaruh krisis ekonomi global yang berimbas dengan penurunan permintaan di pasar dunia.

Pada 2011, harga karet sempat berada di kisaran Rp25 ribu per kg seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi Tiongkok yakni 9,2 persen, katanya.