Ditjen kejar target pajak perkebunan karet

id pajak, pajak perkebunan karet

Ditjen kejar target pajak perkebunan karet

Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Sumsel dan Babel, Samon Jaya (Foto:antarasumsel.com/15/Deden)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Bangka Belitung fokus mengejar target Pajak Pertambahan Nilai perkebunan karet, karena capaian hingga Agustus 2015 hanya Rp40 miliar dari potensi sebesar Rp1 triliun per tahun.

Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumsel Babel, Samon Jaya di Palembang, Selasa mengatakan, para petugas akan dikerahkan untuk menjangkau kantong-kantong wajib pajak perkebunan yang selama ini tidak menyetorkan kewajibannya.

"Waktu tinggal tiga bulan lagi hingga penutupan tahun. Karena potensinya sangat besar, dan target Ditjen Pajak Sumsel Babel masih belum tercapai, maka akan difokuskan pada sektor ini," kata Samon.

Ia mengemukakan, rendahnya serapan penerimaan dari perkebunan karet ini ditengarai adanya praktik kecurangan dari wajib pajak sehingga mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas karet itu tidak jalan di Sumsel sejak mulai diberlakukan pada Juli 2014.

Mahkamah Agung (MA) memutuskan penyerahan produk pertanian dikenai PPN senilai 10 persen.

Samon memaparkan, alur pemungutan PPN itu seharusnya diterapkan dari petani yang memungut PPN ke pedagang pengepul. Kemudian pedagang pengepul menarik PPN dari pabrik olahan karet.

"Namun kenyataan di lapangan justru tidak sesuai karena Ditjen pajak mendapatkan informasi dari pedagang pengepul bahwa pabrik karet hanya mau membeli dengan pedagang yang tidak punya NPWP," kata dia.

Jika pun bertransaksi dengan pedagang yang memiliki NPWP, maka pabrik akan membeli karet di bawah Rp4,8 miliar sehingga tidak terkena PPN, jelas dia.

Menurut Samon, kejadian ini telah merugikan negara karena transaksi karet tergolong tinggi yakni mencapai Rp10,2 triliun pada 2014.

"Faktanya, negara hanya mendapatkan Rp4 miliar hingga Rp5 miliar per bulan, padahal ada transaksi karet yang mencapai Rp100 miliar---Rp300 miliar per bulannya," kata dia.