Mendorong Palembang miliki pusat pengendalian krisis modern

id lalu lintas, stadion, bandara

Mendorong Palembang miliki pusat pengendalian krisis modern

Ilustrasi---Sejumlah angkot tengah menanti penumpang di perhentian bawah jembatan Ampera 16 Ilir Palembang. (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

...Saya sering memantau kota pada malam hari, kemudian melihat ada tumpukan sampah di Benteng Kuto Besak. Barulah saya telepon kepala dinasnya untuk segera diangkut. Tentunya model seperti ini sudah kuno...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Kota Palembang sudah memiliki pusat pengendalian krisis. Namun, fasilitas yang dimilikinya itu belum semodern kota-kota lain yang pernah menjadi tuan rumah Asian Games hingga Olimpiade.

Kondisi ini menggugah Prancis untuk menghibahkan dana senilai Rp750 miliar untuk membangun sistem teknologi informasi "smart city" pada pusat pengendalian krisis di Palembang.

Direktur Utama Cofely Ineo (perusahaan teknologi informatika asal Prancis) Erick Bric Bruder dalam paparan di hadapan Wali Kota Palembang Harnojoyo dan pimpinan SKPD di Palembang, beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa bantuanitu sebagai wujud kepedulian Prancis terhadap negara-negara di Asia dalam program realisasi dana darurat dunia.

Menurut Erick Bric Bruder, bantuan serupa juga diberikan ke Rio de Jeneiro ketika menjadi tuan rumah Olimpiade. Begitu pula, dengan beberapa kota-kota di Afrika Selatan ketika menjadi penyelenggara ajang olahraga internasional.

"Ada dua kota di Indonesia yang diinginkan, yakni Jakarta dan Palembang. Mengapa keduanya? Karena nanti pada tahun 2018 akan ada ribuan orang berkumpul untuk mengikuti Asian Games sehingga Prancis menilai sistem 'smart city' akan sangat bermanfaat bagi kedua kota ini," katanya.

Sudah saatnya, kata dia, Palembang memiliki satu pusat kontrol penanganan krisis yang lebih modern karena mampu menyuguhkan data yang akurat dan "real time".

Data yang akurat ini sangat penting bagi pengambil kebijakan mengingat pada saat krisis dibutuhkan langkah yang tepat dan cepat terkait dengan kemacetan total, kebanjiran, kebakaran, kerusuhan, dan lainnya.

"Selama ini, para pengambil kebijakan menerima data lapangan dari laporan yang disampaikan secara lisan atau tertulis. Artinya, ada jedah waktu untuk menunggu dan ada kemungkinan tidak akurat," kata dia.

Namun, dengan sistem smart city modern ini, kejadian akan diketahui secara langsung dari tempat berbeda (real time) melalui kamera pengintai.

Kejadian dapat pula diketahui secara langsung di tempat kejadian tersebut karena kamera pengintai dilengkapi dengan layar LCD sehingga masyarakat yang berlalu-lalang dapat merespons secara langsung karena terdapat data analisis.

"Model seperti ini dapat diterapkan untuk mengetahui seberapa mampu kapasitas suatu area. Jika sudah terlalu padat, layar LCD akan langsung menampilkan peringatan atau bunyi alarm," kata dia.

Sistem tersebut, kata dia, salah satunya dapat digunakan di bandara, yakni memantau secara langsung jumlah orang yang datang dan pergi dengan dilengkapi data dan analisis di layarnya. Jika melampaui batas maksimal, secara otomatis akan alarm akan menyala.

Jika nanti sistem itu diterapkan di Palembang, lanjut dia, tidak akan bertengangan dengan sistem pengendalian krisis yang sudah ada.

Hal itu karena sistem ini akan dibuat terintegrasi dengan kamera pengintai di tempat-tempat umum Kota Palembang.

"Karena terhubung, sistem ini dapat juga digunakan jika ingin menangkap seseorang. Misalnya, seorang pencuri kabur dan masuk ke dalam mal maka secara otomatis kamera CCTV akan langsung terhubung untuk memantau pergerakan pencuri ini," ujar dia.

Dalam sistem "smart city" ini, kata Erick, Prancis sebagai negara donor tidak menentukan atau memaksakan jenis informasi apa yang harus digunakan karena setiap daerah memiliki kebutuhan masing-masing.

Demikian pula, dengan Jakarta dan Palembang, Rio de Jeneiro yang juga memiliki karakteristik berbeda.

"Apa yang akan dipantau, data apa yang dibutuhkan maka akan disesuaikan dengan skala prioritas Kota Palembang. Misalnya, mau berfokus pada bandara, Jembatan Ampera, Kompleks Olahraga Jakabaring, dan Sungai Musi," kata dia.

Oleh karena itu, yang terpenting dari sistem tersebut adalah adanya kesamaan visi dan misi di level pengambil kebijakan mengingat berdasarkan pengalamannya di beberapa negara, persoalan penyatuan visi dan misi ini menjadi yang tersulit.

"Menyamakan visi terkait dengan siapa yang harus bertindak ketika krisis, siapa yang harus mengeksekusi, dan lainnya, ini yang sering menjadi masalah. Tidak ada guna peralatan bernilai jutaan dolar jika data yang akurat ini tidak digunakan untuk sesegera mungkin dalam penangganan krisis," katanya.

Karena sistem "smart city", kata dia, pada prinsipnya untuk membantu para pengambil kebijakan untuk mengambil keputusan yang tepat pada saat krisis, terkait dengan kemacetan total, kebanjiran, kebakaran, kerusuhan, dan lainnya.

"Artinya, pusat kontrol harus bisa mengintegrasikan berbagai sektor terkait. Tantangan ke depan, saya melihat egosektoral antarlembaga yang akan muncul. Itulah penting sekali kesatuan visi dan misi di level politis," kata dia.

    
Sukses Asian Games
    
Sementara itu, Plt. Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan bahwa Kota Palembang sejak lama mengimpikan menjadi kota yang mudah mengakses berbagai informasi (smart city).

"Tentunya, Palembang merasa bersyukur sekali karena ada yang akan membantu karena apa yang menjadi impian sudah bukan mimpi lagi," kata dia.

Untuk itu, dalam waktu dekat, setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) akan membuat konsep mengenai data-data apa saja yang dibutuhkan di Palembang ini dalam pengambilan keputusan.

"Momen Asian Games ini luar biasa, inilah saatnya Kota Palembang menyamakan diri dengan kota-kota internasional di dunia. Keberadaan pusat kontrol modern ini menjadi salah satu tolak ukurnya," kata dia.

Menurut dia, fasilitas penanganan krisis di Palembang harus ditingkatkan karena saat perhelatan Asian Games digelar, setidaknya terdapat 12.000 orang pedatang yang akan berkumpul di kota ini.

"Kemungkinan kejadian luar biasa dapat saja terjadi. Jika sudah terjadi, tentunya harus ditangani dengan cepat. Bagaimana caranya? Tentunya harus ada pusat pengendalian," katanya.

Sementara itu, Kota Palembang telah menempatkan beberapa kamera CCTV di beberapa titik penting yang informasinya langsung terhubung di pusat pengendalian di gedung Pemkot Palembang.

Pada umumnya, kamera CCTV itu dijadikan alat untuk memantau arus lalu lintas di beberapa jalan utama.

"Yang dibutuhkan tentunya yang lebih modern lagi untuk Asian Games nanti, seperti informasi yang bisa memberikan data berapa jumlah orang masuk dan keluar Kota Palembang melalui bandara, atau arus manusia ke Jakabaring, arus manusia melewati Jembatan Ampera, hingga berapa banyak sampah yang menumpuk di pusat-pusat kota," kata dia.

Terkait dengan sampah, menurut Harnojoyo, selama ini informasi yang diperoleh setelah memantau secara langsung ke lokasi.

"Saya sering memantau kota pada malam hari, kemudian melihat ada tumpukan sampah di Benteng Kuto Besak. Barulah saya telepon kepala dinasnya untuk segera diangkut. Tentunya model seperti ini sudah kuno, jika ada yang memberikan data 'real time' tentunya saya tidak perlu ke sana, termasuk untuk memastikan apakah sampah sudah diangkut atau belum," kata dia.

Prancis menyatakan bersedia membantu kebutuhan Palembang dalam menerapkan teknologi smart city ini dengan menyediakan 'budget' lebih dari Rp750 miliar.

Dalam bantuan teknologi informasi ini, Prancis merencanakan suatu bantuan jangka panjang atau tidak sebatas hanya sampai Asian Games.

Pemkot Palembang berharap penyediaan fasilitas pengedalian krisis ini mulai dilakukan pada tahun 2016 agar para pengambil kebijakan bisa berlatih sehingga pada Asian Games 2018 sudah sangat piawai.