Menuju kota tanpa kawasan kumuh

id kota palembang, pemkot palembang, kawasan kumuh, rusunawa

Menuju kota tanpa kawasan kumuh

Kota Palembang (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/15/Den)

....upaya pencegahan munculnya suatu kawasan kumuh baru, pemerintah sudah meluncurkan program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan pembangunan beberapa tower rumah susun sewa....
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Kawasan kumuh di perkotaan mengalami pertumbuhan yang pesat dalam 15 tahun terakhir, sejalan dengan makin bertambahnya penduduk yang memilih tinggal di kota.

Pada tahun 2010, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, disebutkan bahwa penduduk yang tinggal di kota telah mencapai 118 juta jiwa atau 49,8 persen dari total penduduk atau naik relatif cukup fantastis dibandingkan 60 tahun lalu sekitar 12,4 persen.

Kepala Satuan Kerja PKPSB Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan Robinson Ferly mengatakan bahwa keadaan itu membuat pemerintah harus bekerja ekstrakeras mengingat jika tidak tertanggani dengan baik, akan menimbulkan bencana secara nasional pada tahun-tahun mendatang.

Ia yang dijumpai seusai lokakarya Program Peningkatan Kualitas Permukiman (P2KP) mengatakan bahwa pemerintah pada tahun 2015 telah meluncurkan P2KP pada pertengahan tahun.

Program tersebut menjadi agenda penting pemerintah dengan mempertimbangkan bahwa perumahan telah menjadi hak asasi sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak.

Dalam Perubahan Kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000, Pasal 28H Ayat (1), disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 

Hal itu kemudian dijadikan visi Kemenpera, yakni setiap keluarga Indonesia menghuni rumah yang layak. Selain itu, permukiman kumuh telah menjadi agenda global, yakni tercantum dalam Millennium Development Goals (MDGs), yakni mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. 

Program tersebut sejatinya mirip dengan program yang dijalankan pemerintah sebelumnya, yakni PNPM Mandiri karena sama-sama fokus pada penangganan kemiskinan di perkotaan.

Namun, perbedaan terletak pada target yang ingin dicapai mengingat P2KP fokus pada pencapaian angka "100 0 100" (seratus persen layanan air bersih, nol persen kawasan kumuh, dan seratus persen sanitasi layak) sehingga arah kebijakan pun sedikit berubah, yakni penanganan secara kawasan.

Menurut dia, penanganan secara kawasan ini dipandang lebih efektif, efisien, dan terarah karena indikator dan paramater keberhasilan dapat dilihat dari luasan areal kumuh (melalui foto udara).

Ia mencontohkan Kota Palembang yang sementara ini terdapat memiliki kawasan kumuh seluas lebih dari 2.000 hektare ditargetkan mampu menurunkan 10 persen setiap tahun hingga 2019.

"Jadi, indikator dan paramater keberhasilan menjadi lebih jelas dengan program P2KP ini," kata dia.

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah telah membuat strategi, yakni dimulai dengan membuat perda berupa SK kumuh (surat keputusan pemerintah kota/kabupaten mengenai area yang dinyatakan kawasan kumuh), membuat dokumen perencanaan, rumusan investasi, dan pembiayaan 5 tahun ke depan, membangun sistem informasi mengenai bagaimana mengatasi kawasan kumuh, hingga membangun kesadaran masyarakat.

"Setelah SK kumuh dikeluarkan, barulah menggandeng fasilitator, yakni perangkat RT/RW, lembaga keswadayaan masyarakat, untuk membuat profil kawasan, seperti kebutuhan infrastruktur untuk layanan air bersih, sanitasi layak, fasilitas umum seperti MCK, dan rumah yang harus direnovasi supaya layak huni. Mengapa pemerintah memakai fasilitator? Karena pada dasarnya merekalah yang paham kebutuhan wilayahnya," kata dia.

Setelah mendapatkan profil kawasan, kemudian pemerintah akan memberikan bantuan secara bertahap sehingga tampilan dari kawasan kumuh akan berubah dengan sendirinya menjadi suatu kawasan yang layak huni.

"Bantuan ini merupakan upaya peningkatan kualitas permukiman yang masuk dengan maksud nantinya kawasan kumuh makin berkurang luasnya," kata dia.

Sementara itu, upaya pencegahan munculnya suatu kawasan kumuh baru, pemerintah sudah meluncurkan program rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan pembangunan beberapa tower rumah susun sewa (rusunawa).

Pemerintah Kota Palembang menargetkan mulai membangun satu unit rusunawa pada tahun 2016 untuk mengurangi kawasan permukiman kumuh yang ditargetkan berkurang 10 persen setiap tahun hingga 2019.

Kepala Bidang Perumahan Kementerian PU Cipta Karya Kota Palembang Albert Midianto mengatakan bahwa pemkot saat ini sedang mengupayakan lahan dengan luas minimal sekitar 4.000 meter untuk proyek rusunawa tersebut.

"Pemkot sudah merencanakan membangun rusunawa itu di Kecamatan Sematang Borang karena di kawasan itu masih banyak lahan yang tersedia. Saat ini, sedang tahap pendataan lahan, jika memang ada maka akan dilanjutkan dengan tahapan penentuan titiknya," kata Albert seusai lokakarya program peningkatan kualitas permukiman (P2KP) bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Setelah pemkot berhasil mendapatkan lahan rusunawa, kata dia, akan dilanjutkan dengan tahapan pengajuan proposal ke Kementerian PU-Pera.

Jika proses ini berjalan sesuai dengan rencana, ditargetkan pada tahun 2017 sudah berdiri satu unit rusunawa lagi di Palembang, setelah membangun Rusunawa Kasnariansah dan Rusunawa Kertapati.

"Pada dasarnya, dana di pemerintah pusat itu tersedia, tinggal lagi bagaimana pemerintah di daerah untuk mengusahakan lahannya. Jika bisa dapat lebih dari 4.000 meter, bisa saja dibuat dua hingga tiga tower dengan masing-masing terdiri atas 5--10 lantai," ujar dia.

Terkait dengan lahan, Albert mengatakan, "Bukanlah perkara mudah mengingat dibutuhkan areal yang luas."

Seiring dengan pertumbuhan kota, lanjut dia, membuat harga lahan makin tinggi dan makin sulit didapatkan dengan harga yang sesuai dengan kemampuan APBD/APBN.

"Itulah mengapa pemkot memproyeksikan Sematan Borang karena kawasan pinggiran Kota Palembang ini masih menjanjikan jika dibuat dua hingga tiga tower," ujar dia.



Pelibatan Swasta dan Masyarakat

Berdasarkan data BPS, rumah tangga kumuh mengalami penurunan hanya sebesar 8,18 persen sepanjang periode 1993--2009. Sementara itu, data Kemenpera menunjukkan pada tahun 2010--2011, berhasil difasilitasi dan simulasi penataan lingkungan permukiman kumuh seluas 141,7 hektare.

Data Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan, melalui kegiatan P2KP/PNPM Mandiri Perkotaan, telah berhasil ditangani 41.988 kelurahan (1999--2012), kemudian kegiatan NUSSP berhasil ditangani 802 kelurahan dengan penerima manfaat 783.123 KK (2004--2010), dan kegiatan penataan kembali kawasan permukiman berhasil menjangkau 609 kawasan kumuh (2005--2012).

Kegiatan penataan bangunan dan lingkungan menjangkau 821 kelurahan (2005--2012), kegiatan peningkatan masyarakat miskin perkotaan (program Prorakyat Klaster IV) menjangkau lima kawasan dengan penerima manfaat 4.481 KK (2011--2012).

Dari keseluruhan pencapaian itu, Kepala Satuan Kerja PKPSB Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan Robinson Ferly mengemukakan bahwa hal itu masih jauh dari target Kota Tanpa Permukiman Kumuh Tahun 2019.

Ia menegaskan bahwa upaya pencapaian target tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan, yakni pemerintah, kalangan swasta, dan masyarakat.

Pemerintah berperan dalam membuat arah kebijakan; kalangan swasta diharapkan bantuan dalam penyediaan dana mengingat hanya ada Rp43 triliun dari kebutuhan Rp251 triliun; masyarakat diharapkan dukungannya dalam penerapan program dan kesadaran untuk tetap menjaga lingkungannya.

Untuk keikutsertaan masyarakat tersebut, dapat terlihat dengan adanya rasa memiliki atas infrastruktur yang dibangun pemerintah. 

"Program peningkatan kualitas permukiman harus melibatkan masyarakat, mulai dari merencanakan, melaksanakan, hingga mengelola, sehingga akan muncul kecintaan terhadap program ini," kata dia.

Untuk mendorong keterlibatan masyarakat, pemerintah akan menujuk ratusan fasilitator yang akan secara terus-menerus mengingatkan warga pentingnya memiliki lingkungan bersih dan layak huni.

"Intinya warga harus diberikan edukasi bahwa jika ingin menanggulangi kawasan kumuh ini, mereka sendiri harus memberikan dukungan," kata dia.

Terkait dengan dukungan masyarakat, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Kelurahan Kuto Batu Muhammad Nasir mengatakan bahwa membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menata permukiman bukan perkara mudah.

Menurut dia, sebagaian besar warganya kerap acuh dengan program-program kepedulian lingkungan.

"Zaman sudah berubah. Jika dahulu diajak gotong royong, semua warga mau turun. Akan tetapi, sekarang sulit. Jadi, memang harus ada intervensi pemerintah untuk mengatasi kawasan kumuh ini," kata dia.

Ia mengemukakan bahwa pada dasarnya warga ingin berkehidupan yang layak dari sisi hunian. Akan tetapi, upaya ini kerap tidak dibarengi dengan suatu keinginan yang kuat.

"Lantaran sudah beranak pinak di lokasi tersebut, membuat mereka enggan untuk pindah. Ada kekhawatiran jika terpisah dari keluarga, dan apakah bisa mengais rezeki di tempat yang baru. Berpijak dari kenyataan ini, tidak ada cara lain selain menata atau meremajakan permukiman kumuh. Kemungkinan untuk membuat mereka pindah itu sangat kecil sekali," kata dia.

Untuk itu, pemerintah harus aktif dalam mendekati warga melalui fasilitator untuk mendukung P2KP karena berkaitan dengan penyediaan lahan.

"Jika ingin membuat jalan setapak, ada warga yang mau mengurangi tanah miliknya dengan ganti rugi yang ditetapkan pemerintah. Akan tetapi, ada pula yang tidak mau. Ini baru bicara jalan setapak, belum bicara penyediaan lahan untuk MCK," katanya.

Pertumbuhan daerah perkotaan yang sangat pesat berujung pada meningkatnya kebutuhan tempat tinggal yang layak berikut prasarana, sarana, dan utilitasnya. 

Lantaran pemerintah tidak mampu mengantisipasi kondisi itu, akhirnya mendorong terciptanya kawasan kumuh perkotaan. 

Namun, jika diamati pada sisi lain, kondisi tersebut justru membuka peluang bagi masyarakat untuk secara swadaya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.