Pendanaan PTN dan pungutan uang kuliah

id ptn, sekolah, pungutan, perguruan tinggi negeri, mahasiswa, pelajar, uang kuliah, uang sekolah

Pendanaan PTN dan pungutan uang kuliah

Ilustrasi - peserta mengerjakan soal ujian tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Palembang, Selasa (18/6). (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

....Dari data pemberlakuan pembayaran itu pada 2013 dan 2014 terlihat bahwa perguruan tinggi berkualitas lebih mudah diakses mahasiswa berduit, bahkan ada yang membayar hingga puluhan juta rupiah per semester....
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Presiden RI Joko Widodo pada tanggal 22 Mei 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

Peraturan pemerintah tersebut sekaligus merevisi PP Nomor 58 Tahun 2013 yang dinilai tidak sesuai dengan pelaksanaan otonomi perguruan tinggi negeri (PTN) badan hukum yang memerlukan fleksibilitas.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi itu telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 25 Mei 2015. Sejak saat itu, PP No. 58/2013 secara otomatis dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dalam PP No. 26/2015, ditegaskan bahwa pendanaan PTN badan hukum dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta berasal dari selain APBN.

Pasal 3 PP tersebut menyebutkan bahwa pendanaan yang bersumber dari APBN, diberikan dalam bentuk bantuan pendanaan PTN badan hukum dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk bantuan pendanaan PTN badan hukum sebagaimana dimaksud, dialokasikan pada APBN setiap tahun anggaran pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendidikan tinggi, yang merupakan bagian dari 20 persen alokasi anggaran pendidikan, yang merupakan penerimaan PTN badan hukum dan dikelola secara otonom dan bukan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Bantuan pendanaan PTN badan hukum itu untuk biaya operasional (penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat), biaya dosen (bantuan biaya untuk dosen non-PNS yang meliputi gaji, tunjangan, dan sebagainya), biaya tenaga kependidikan (bantuan biaya tenaga kependidikan non-PNS, meliputi gaji dan tunjangan, uang makan, dan tunjangan kinerja), biaya investasi (pengadaan sarana dan prasarana), dan  biaya pengembangan (pengembangan program dan keilmuan).

Pasal 7 PP No. 26/2015 itu menyatakan bahwa pendanaan PTN badan hukum yang bersumber dari APBN yang diberikan dalam bentuk lain berupa pinjaman yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut PP ini, standar satuan biaya operasional PTN badan hukum ditetapkan oleh menteri secara periodik dengan mempertimbangkan capaian standar nasional pendidikan tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.

Adapun besaran biaya operasional PTN badan hukum diberikan berdasarkan perhitungan standar satuan biaya operasional PTN badan hukum, penerimaan PTN badan hukum, dan efisiensi dan mutu perguruan tinggi.

Terkait dengan penetapan biaya operasional itu, menurut PP ini, PTN badan hukum menetapkan tarif biaya pendidikan berdasarkan pedoman teknis yang ditetapkan oleh menteri, dan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa yang bersangkutan.

                                   Uang Kuliah
Mengenai penerimaan selain yang berasal dari APBN, Pasal 11 PP ini menyebutkan bahwa dapat berasal dari masyarakat, biaya pendidikan, pengelolaan dana abadi, usaha PTN badan hukum, kerja sama Tridarma Perguruan Tinggi, pengelolaan kekayaan PTN badan hukum, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan/atau pinjaman.

Pasal 11 Ayat (3) PP No. 62/2015 itu berbunyi, "Sumber pendanaan PTN badan hukum sebagaimana dimaksud merupakan penerimaan PTN badan hukum yang dikelola secara otonom dan bukan merupakan penerimaan negara bukan pajak."

Masih menurut PP ini, pendanaan PTN badan hukum yang bersumber selain dari APBN dapat digunakan untuk biaya dosen yang diberikan dalam bentuk insentif dan manfaat tambahan, dan biaya tenaga kependidikan yang diberikan dalam bentuk insentif dan manfaat tambahan.

Selanjutnya, Pasal 15 PP ini juga menegaskan bahwa PTN badan hukum dapat memungut uang kuliah dari mahasiswa. Selain itu, PTN badan hukum dapat memberikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomis, beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi, bantuan biaya kegiatan kokurikuler, dan ekstrakurikuler, dan/atau bantuan layanan kesehatan dan sosial.

Untuk mendapatkan alokasi bantuan melalui APBN, PP No. 26/2015 ini juga mengatur bahwa PTN badan hukum harus mengajukan usulan kepada menteri sesuai dengan jadwal dan tahapan penyusunan APBN, dengan paling sedikit memuat target kinerja, kebutuhan biaya operasional, biaya dosen, biaya tenaga kependidikan, biaya investasi, dan biaya pengembangan, serta perhitungan satuan biaya operasional perguruan tinggi dan rencana penerimaan PTN badan hukum.

Pasal 18 Ayat (1) PP tersebut menyebutkan bahwa pemberian bantuan pendanaan PTN badan hukum kepada PTN badan hukum didasarkan pada besaran bantuan pendanaan PTN badan hukum dan kontrak kinerja yang telah ditetapkan.

Sementara itu di dalam ayat berikutnya (2) disebutkan bahwa PTN badan hukum menggunakan bantuan pendanaan badan hukum sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran.

Selain itu, pimpinan PTN badan hukum harus menyampaikan laporan kinerja dan laporan keuangan pada setiap tahun anggaran untuk disampaikan kepada wali amanat, menteri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Laporan itu harus disusun secara sistematis, akurat, dan akuntabel.

Sementara itu, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Kapuspendik Balitbang) Kemendikbud Nizam mengatakan bahwa untuk menjaga agar biaya pendidikan tinggi tetap terjangkau masyarakat, PTN badan hukum mendapatkan alokasi APBN dalam bentuk subsidi. Mekanismenya melalui bantuan operasional perguruan tinggi negeri.

"Dengan adanya keleluasaan ini dalam PTN badan hukum, hambatan yang datang karena birokrasi anggaran menjadi berkurang dan diharapkan dapat dihasilkan suatu pendidikan tinggi yang bermutu," ujar Nizam yang juga Guru Besar Fakultas Teknik UGM dan salah satu konseptor UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi.

                                   UKT Dievaluasi
Sementara itu, pemberlakuan uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri kini sedang dievaluasi. Dari data pemberlakuan pembayaran itu pada tahun 2013 dan 2014 terlihat bahwa perguruan tinggi berkualitas lebih mudah diakses mahasiswa berduit, bahkan ada yang membayar hingga puluhan juta rupiah per semester.

Sekretaris Jenderal Kemenristek Dikti Ainun Naim mengatakan bahwa UKT merupakan satu jenis biaya untuk semua komponen biaya yang mesti ditanggung mahasiswa untuk program diploma dan S-1 reguler.

Uang kuliah tunggal ini dibayar siswa per semester dengan sistem berkeadilan. Artinya, siswa miskin bisa digratiskan atau membayar lebih murah, sedangkan mahasiswa yang lebih mampu membayar lebih tinggi.

Menurut Naim, pihaknya sudah mengumpulkan pimpinan perguruan tinggi untuk mengevaluasi pemberlakuan UKT. Ada permintaan agar pengelompokannya disederhanakan. Selain itu, kata dia, ada mekanisme untuk bisa memberlakukan penyesuaian UKT jika kondisi ekonomi mahasiswa meningkat selama kuliah.

Uang kuliah tunggal dibagi dalam tujuh kelompok, mulai dari mahasiswa yang bebas bayar hingga yang membayar lebih dari Rp10 juta per semester. Penetapan UKT diserahkan kepada setiap perguruan tinggi negeri (PTN) dengan syarat tidak boleh melanggar biaya kuliah tunggal yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemristek Dikti Patdono Suwignjo mengatakan bahwa berdasarkan pendataan UKT yang dilakukan Kemenristek Dikti, mahasiswa di PTN rata-rata membayar pada kisaran Rp1,5 juta--Rp2 juta per semester. Biaya kuliah mahasiswa disubsidi pemerintah dengan mengucurkan dana bantuan operasional PTN (BOPTN).

Pada tahun 2015, besar BOPTN mencapai Rp50 triliun. Sebesar 30 persen dari dana itu, kata dia, harus dialokasikan untuk riset. Selebihnya, untuk menutupi biaya operasional untuk sekitar 6.000.000 mahasiswa.

Meskipun secara nasional biaya UKT mahasiswa di PTN masih terbilang terjangkau, beban biaya kuliah yang ditanggung mahasiswa terlihat tinggi ketika berkuliah di PTN papan atas atau ternama.

Sesuai dengan amanat UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, kata Patdono, setiap PTN mesti memberikan minimal 20 persen dari daya tampungnya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu.

Dengan demikian, pemerintah memberikan dukungan dengan menyediakan beasiswa Bidikmisi, sementara PTN memberikan keringanan dalam UKT.