Mendorong Kota menerapkan teknologi pengolahan sampah

id kota yakaichi, jepang, kota palembang, sampah, pengolahan sampah, teknologi

Mendorong Kota menerapkan teknologi pengolahan sampah

Kota Palembang (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/15/Den)

....Jika Yokaichi butuh 50 tahun untuk jadi seperti sekarang ini (bersih dan bebas polusi), Jepang berharap Palembang bisa lebih cepat lagi berkat transfer teknologi....
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Volume sampah di Kota Palembang, Sumatera Selatan, terus meningkat dalam setahun terakhir, dan data terakhir cukup mengejutkan karena sudah mencapai 1.200 ton per hari dari 700 ton per hari pada awal 2014.

Jika tidak dilakukan tindakan nyata sesegera mungkin maka pada beberapa tahun kemudian, bukan suatu yang mustahil bila ada penumpukan sampah di pusat kota, mengingat sarana dan prasarana yang tersedia tidak mampu mengejar pertumbuhan sampah.

Terkait persoalan yang dihadapi Palembang ini, Jepang sebagai negara donor menyatakan akan membantu Pemerintah Kota Palembang dalam transfer teknologi pembakaran sampah yang bisa mengurangi volume sampah hingga 5-10 persen.

Jepang memahami bahwa pada suatu saat nanti, tempat pembuangan akhir yang ada akan tidak mampu menampung sampah yang dihasilkan kota yang mulai tumbuh menjadi metropolitan.

Kepala Pusat Sanitiasi Jepang (JESC) Hideki Minamikawa di Palembang, Kamis (9/7) mengatakan bantuan ini merupakan bentuk kepedulian Jepang terhadap negara-negara di Asia dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan sanitasi lingkungan.

"Pemerintah Jepang siap mendanai hingga 50 persen dari kebutuhan, sementara sisanya akan dibantu para pengusaha dari Jepang juga, dan sedikit sekali dana dari pemerintah daerah di Indonesia," kata Hideki Minamikawa, seusai bertemu dengan Pelaksana Tugas Wali Kota Palembang Harnojoyo.

Mantan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang ini mengatakan, teknologi pembakaran sampah "water boiler" bakal menjadi yang pertama di Indonesia, karena yang selama ini berkembang adalah teknologi "stoker" (tungku).

Melalui teknologi ini, ia menerangkan, sisa sampah yang telah melalui proses "3R" (reuse, reduce, recycle) akan dibakar tanpa menimbulkan bau dan polusi udara.

Namun, untuk memastikan apakah teknologi ini bisa diterapkan di Palembang, maka Jepang akan mengirimkan tim untuk menilai karakteristik sampah di Palembang selama dua bulan.

"JESC telah menargetkan bahwa teknologi ini sudah bisa berjalan paling lambat pada 2018 atau dua tahun setelah kesepakatan (MoU)," kata dia.

Pada kunjungan bersama rombongan yang terdiri atas beberapa ahli teknik terkemuka Negeri Matahari ini, Hideki juga tidak lupa memotivasi Pemkot Palembang untuk bercita-cita menjadi kota seperti kota-kota di Jepang.

Menurutnya, kondisi Palembang saat ini memiliki kemiripan dengan Kota Yokaichi pada 50 tahun lalu karena juga memiliki sungai, dan indusri minyak dan gas.

"Jika Yokaichi butuh 50 tahun untuk jadi seperti sekarang ini (bersih dan bebas polusi), Jepang berharap Palembang bisa lebih cepat lagi berkat transfer teknologi," tutur dia.

Kota Yokaichi, tempat Hideki dilahirkan dan dibesarkan, berharap bisa menjadi `sister city` bagi Kota Palembang dalam penerapan sistem pengolahan sampah dan sanitasi, karena memiliki kemiripan secara bentang alam dan kedekatan secara historis.

"Banyak kemiripan, seperti ada sungai yang membelah kota, ada pabrik gas dan minyak. Kondisi Palembang ini, persis seperti 50 tahun lalu Kota Yokaichi yakni ada sampah di pusat kota, ada polusi dan bau tidak sedap di dekat tempat pengumpulan sampah," kata Hideki yang menjabat sebagai Presiden JESC ini.

Ia menceritakan, kondisi itu terjadi karena pada masa itu, Jepang bertumbuh menjadi negara industri tapi sungguh disayangkan tidak terlalu peduli terhadap lingkungan.

Akibatnya, terjadi dampak jangka panjang pada kesehatan warganya dan masih berpengaruh hingga kini.

Namun, seiring dengan kesadaran terhadap penyelamatan lingkungan membuat Jepang mampu menggalang kekuatan dari kalangan pebisnis untuk mendanai program pengolahan sampah dan meningkatkan peran serta masyarakat.

Warga kota justru akan diberikan imbalan dari pemerintah berdasarkan banyaknya sampah yang dikumpulkan. Kemudian penduduk juga diajak memisahkan sampah yakni jenis organik dan anorganik sebelum dibuang di tempat sampah.

Berkaca dari pengalaman tersebut, Jepang yang memiliki historis mendalam dengan Kota Palembang karena membangun Jembatan Ampera (penghubung wilayah Seberang Ulu I dan Seberang Ulu II), berharap ibu kota Sumatera Selatan ini mulai berbenah sehingga menjadi kota yang bersih dan bebas dari polusi.

Untuk itu, pada tahap awal Jepang ingin mentransferkan teknologi penanggulangan sampah ke Palembang dengan pendanaan ditanggung oleh Negeri Matahari tersebut.

"Respons sudah sangat baik dari Palembang, Jepang berharap Wali Kota mau mengunjungi Yokaichi secara langsung pada November 2015 bertepatan dengan seminar tentang lingkungan antarnegera Asia. Nanti akan diajak melihat langsung kawasan industri yang sudah berwawasan lingkungan," kata dia.

Plt Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan sangat mengapresiasi ajakan pemerintah Jepang ini dengan bersedia hadir membawa serta rombongan.

"Untuk tahap awal, Palembang akan menepati janji untuk menyediakan data-data yang dibutuhkan Jepang untuk menerapkan teknologi pengolahan sampah," kata dia.



Pembangkit Listrik Sampah

Tak hanya fokus mengadopsi teknologi dari Jepang, pemkot juga sedang mengupayakan terealisasinya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Sukawinatan yang menjadi yang pertama Palembang. 

Pembangkit ini direncanakan menghasilkan kapasitas terpasang energi listrik sebesar 500 Mega Watt.

Pembangkit listrik tenaga sampah ini merupakan pilot project atau percontohan pengelolaan sampah yang diberikan oleh Kementerian ESDM.

Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang Agung Nugroho di Palembang, Kamis, mengatakan pertemuan sudah dilakukan beberapa kali dengan pejabat PLN, dan sejauh ini sudah menemukan titik terang mengenai tata cara pembagian hasil.

"Intinya kedua belah pihak tidak mau ada satu pihak yang kelebihan lalu ada pihak lain yang justru kekurangan. Ini tinggal menunggu saja untuk beroperasi karena secara kontruksi fisik sudah selesai semua," kata Agung, seusai menerima kedatangan rombongan Pusat Sanitasi Jepang.

Ia menerangkan, lantaran sudah adanya muara menuju kesepakatan, Pemkot Palembang menargetkan PLTSA ini mulai beroperasi paling lambat pada Desember 2015.

"Sebelum beroperasi tentunya akan dilakukan pelatihan-pelatihan bagi yang akan bertindak sebagai operator. Rencananya, akan ada pemberdayaan dari masyarakat sendiri," ujar dia.

Setelah berjalan, pembangkit ini diperkirakan akan menghasilkan listrik setara dengan penerangan bagi 200 Kepala Keluarga (KK) sekitar TPA Sukawinatan yang masuk kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

Oleh karena itu, penjajakan ini terkait dengan tarif listrik per KWh yang akan dikenakan ke MBR.

"Harapannya tarif listrik yang bakal dijual ke warga lebih murah dari tarif listrik saat ini," tutur dia.

Tak terhenti pada pembangunan infrastruktur, pemkot juga gencar membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya tidak membuang sampah sembarangan.

Warga diminta membuang sampah pada titik-titik yang ditentukan pemerintah karena jika sampah sudah dikumpulkan maka akan mempermudah petugas untuk mengangkutnya.

"Berangsur-angsur kesadaran ini ditumbuhkan ke masyarakat dengan gencar menyosialisasikan hingga ke seluruh kelurahan," kata dia.

DKK Kota Palembang juga sedang mengusulkan pembangunan TPS (tempat pembuangan sementara) skala kawasan untuk memudahkan pengangkutan ke tempat pembuangan akhir (TPA).

"Di beberapa negara, selain TPA ada TPS. Tapi persoalannya, tidak mudah membangun TPS karena di tengah kota harga tanah sudah mahal," kata dia.

Pelaksana Tugas Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan penangganan sampah menjadi perhatian utama karena pada 2018 kota ini bakal menjadi tuan rumah Asian Games.

Pemerintah Kota Palembang menyadari bahwa cita-cita menjadi kota internasional seperti kota-kota lain di dunia sudah di depan mata, tapi sejatinya tidak dapat terwujud jika masih ditemukan sampah yang berserakan di area publik.

Untuk itu, pemkot mengharapkan peran serta masyarakat dalam mewujudkannya karena setiap kota yang berhasil seperti Jepang sangat mengedepankan partisipasi warga.

"Tidak perlu muluk-muluk, setidaknya lingkungan tempat tinggalnya saja dulu yang dijaga kebersihannya karena jika sudah terbiasa maka sejatinya akan terbawa ketika berada di luar," kata Harnojoyo.