Bantuan penyelamatan lingkungan belum merata

id lingkungan, emisi gas rumah kaca, hutan

Bantuan penyelamatan lingkungan belum merata

Ilustrasi (Foto IST)

...Ada program yang menjangkau seluruh kabupaten/kota di Sumsel yang berjumlah 17 yakni dari JICA (Jepang) untuk pengelolaan sampah. Tapi cuma satu ini, ke depan, pemprov akan mengarahkan bagaimana caranya agar daerah lain juga kebagian...
Program penyelamatan lingkungan belum merata

Palembang (ANTARA Sumsel) - Bantuan program penyelematan lingkungan dari sejumlah negara donor di Sumatera Selatan terbilang kurang merata karena hanya terkonsentrasi di tiga kabupaten yakni Musi Rawas, Musi Banyuasin, dan Banyuasin.

Kepala UPTD Penataan Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Regina di Palembang, Kamis, mengatakan, keadaan ini membuat beberapa kabupaten/kota lain mempertanyakan karena juga berkeinginan aktif dalam program penyelamatan lingkungan secara internasional.

"Sebenarnya pemprov sudah mengarahkan untuk menyebarkan ke kabupaten/kota lain. Tapi, kerap gagal karena untuk menjalankan program berbasis lingkungan memang cocoknya di tiga kabupaten ini, seperti sisi hulu dan hilir aliran sungai musi, serta terdapat jutaan hektare lahan perkebunan dan hutan konservasi," kata dia.

Ia mencontohkan seperti program LAMA-LocallyAppropriate Mitigation Actions in Indonesia (LAMA-I) yaki program penurunan emisi gas rumah kaca berbasis lahan, dan Asia Fondation, serta GIZ (Jerman).

"Ada program yang menjangkau seluruh kabupaten/kota di Sumsel yang berjumlah 17 yakni dari JICA (Jepang) untuk pengelolaan sampah. Tapi cuma satu ini, ke depan, pemprov akan mengarahkan bagaimana caranya agar daerah lain juga kebagian karena pada tahun ini ada sejumlah program berakhir dan akan dibuatkan nota kesepahaman baru," kata dia.

Terlepas dari kondisi ini, menurut Regina, yang terpenting adalah komitmen dari seluruh kabupaten/kota untuk menjalankan program penyelamatan lingkungan mengingat belum banyak pemerintah kabupaten/kota peduli pada aksi mitigasi (upaya pengurangan dampak) emisi gas rumah kaca.

Hal ini tercermin dalam APBD masing-masing yang hanya mengalokasikan dana sekitar 10 persen.

"Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah sudah ada mengenai aksi mitigasi, artinya sudah masuk dalam rencana strategis masing-masing SKPD, tapi harus diakui porsi masih sedikit sekali yakni sekira 10 persen, padahal secara ideal adalah 30 persen," kata Regina.

Kondisi ini membuat pemprov sebagai fasilitasi program penurunan emisi gas rumah kaca harus bekerja keras untuk memberikan pemahaman kepada pembuat kebijakan di tingkat kabupaten/kota mengenai pentingnya aksi mitigasi ini.

"Apalagi, dalam RPJMN sudah ditetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca hingga 26 persen hingga 2019," ujar dia.

Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) belum diterjermahkan dengan baik pemerintahan di tingkat kabupaten/kota meksi sudah terdapat payung hukumnya.           
RAN-GRK dilatar belakangi oleh komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi nasional sebesar 41persen pada tahun 2020, dengan target 26 persen dilakukan dengan upaya mandiri dan 15 persen berasal dari bantuan Internasional.

Komitmen penurunan emisi ini harus dibarengi dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen oleh karena itu prinsip pembangunan hijau menjadi prinsip yang perlu di adopsi untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.