Palembang, (ANTARA Sumsel) - Kejahatan perbankan hampir selalu
melibatkan kalangan internal bank bersangkutan karena aturan dalam
lembaga keuangan ini telah dibuat sedemikian ketat seusai prinsip
kehati-hatian, kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan Sumatera Selatan
Patahudin.
"Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengawas bank selama belasan
tahun, kejahatan perbankan itu hampir pasti disebabkan internal bank itu
sendiri. Jika pun dari luar, pasti ada kerja sama dengan orang dalam,"
kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Selatan Patahudin di
Palembang, Rabu.
Lantaran pengalaman ini, ia mengatakan OJK relatif mudah menemukan
asal muasal kejahatan perbankan (fraud) yang terjadi berdasarkan temuan
sendiri atau laporan masyarakat.
Meski relatif mudah dalam penindakan tapi OJK sering kali kesulitan
dalam mencegah kejahatan perbankan tersebut di masyarakat.
"Mau aturan seketat apapun, tetap saja muncul lagi, dan muncul
lagi. Sehingga OJK saat ini lebih mengedepankan pencegahan dengan
memberikan literasi mengenai jasa keuangan ke masyarakat," kata dia.
Literasi keuangan ini membuat masyarakat memahami persoalan risiko
sehingga terhindar dari beragam praktik kejahatan jasa keuangan
perbankan.
Pemahaman ini sangat dibutuhkan karena OJK ingin mendorong
penggunaan produk jasa keuangan di Indonesia yang terbilang masih rendah
dengan mencatat angka 28,4 persen untuk strata sosial terbawah dan 51,6
persen untuk kelompok masyarakat teratas.
"Tujuannya, dengan memahami produk jasa keuangan mulai dari risiko
dan manfaatnya akan memunculkan keinginan masyarakat untuk
menggunakannya (finansial inklusif)," ujar dia.
Ia melanjutkan, yang terpenting dari literasi keuangan ini yakni
tidak sebatas mau memanfaatkan produk jasa keuangan (mau membeli) tapi
juga mengubah perilaku dalam menggunakan uang yang dimiliki.
"Dulu ada yang suka boros, setelah mengerti manfaat industri jasa
keuangan jadi gemar menabung dan investasi, atau mulai menyiapkan masa
datang dengan ikut program dana pensiun. Intinya mengubah perilaku,
karena berdasarkan hasil penelitiah bahwa semakin tinggi finansial
inklusif suatu negara maka semakin makmur negara tersebut," kata dia.
Dalam UU Nomor 10/1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7/1992
tentang perbankan, hanya satu pasal yang menyatakan bahwa pihak bank
sebagai korban untuk kasus hacking, skimming, dan perampokan bank secara
manual sehingga digiring ke penerapan KUHP atau ketentuan berkaitan
dengan UU Informasi Transaksi Elektronik.
Selebihnya, yakni lima pasal lagi, menjadikan pihak bank sebagai
pelaku kejahatan terkait beragam kasus, contohnya kasus Melinda Dee yang
membobol dana nasabah karena lemahnya pengawasan internal terhadap
petugas pelayanan konsumen.
OJK Sumsel: Kejahatan perbankan selalu libatkan internal
....Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengawas bank selama belasan tahun, kejahatan perbankan itu hampir pasti disebabkan internal bank itu sendiri. Jika pun dari luar, pasti ada kerja sama dengan orang dalam....