Cadangan devisa Indonesia perlu diperluas antisipasi "capital outflow"

id cadangan devisa, capital outflow, antisipasi risiko arus modal keluar atau capital outflow, devisa indonesia, rupiah

Cadangan devisa Indonesia perlu diperluas antisipasi "capital outflow"

Uang rupiah kertas pecahan Rp50.000 dan Rp100.000. (Foto Antarasumsel.com/14/Yudi Abdullah)

...Cadangan devisa terhadap utang luar negeri secara total hanya 0,3 atau 30 persen. Itu angka relatif rendah sekali dibandingkan negara lain...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Development Bank of Singapore (DBS) mengatakan cadangan devisa Indonesia perlu diperluas untuk mengantisipasi risiko arus modal keluar atau "capital outflow" dari pasar finansial domestik.
        
"Cadangan devisa terhadap utang luar negeri secara total hanya 0,3 atau 30 persen. Itu angka relatif rendah sekali dibandingkan negara lain," kata Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi dalam diskusi "Analisis India vs Indonesia sejak Taper Tantrums 2013", Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan dengan rasio cadangan devisa terhadap utang luar negeri 0,3 itu, Indonesia masih rentan jika dibandingkan negara-negara lain dengan peringkat utang yang sama.
       
"Semakin dekat ke nol ini semakin buruk. Dan Indonesia dibilang 3 terburuk dibanding negara-negara lain," ujarnya.
       
Gundy Cahyadi mengatakan, itu diperlukan untuk mengantisipasi volatilitas pasar yang mana investor sewaktu-waktu bisa menjual sahamnya.
       
"Kalau krisis, bisa saja investor asing ini menjual aset-aset mereka. Jd kewalahan, utang luar negeri itu tidak bisa ditutupi lagi. Kalau hal itu terjadi, satu-satunya cara 'policy maker' BI, itu mereka harus tutupi dengan cadangan devisa," ujarnya.
       
Ia mengatakan cadangan devisa Indonesia telah meningkat menjadi 105 miliar dolar AS hingga Maret 2015 dari 85 miliar pada pertengahan 2013.
       
Cadangan devisa itu setara dengan 35 persen total utang luar negeri pada akhir 2014.
       
"Rasio cadangan devisa terhadap utang luar negeri itu artinya kalau ada gejolak 'financial market' (pasar finansial), kalau asing keluar, apa cadangan devisa bisa menutupi itu," ujarnya.
       
Lebih lanjut ia mengatakan utang luar negeri jangka pendek tetap stabil di sekitar 45 miliar dolar AS sejak 2013, yang berarti cadangan devisa dapat membiayai lebih dari 200 persen kewajiban utang eksternal jangka pendek.
       
Jika dibandingkan dengan rasio cadangan devisa terhadap pembayaran utang luar negeri jangka pendek Filipina sebesar 500 persen, Indonesia masih tertinggal.
       
"Filipina sekarang super star, karena cadangan devisanya lima kali lipat. Risikonya kecil. Jadi kalau ada gejolak 'financial market', mereka tidak takut. Beda kalau di indonesia. Mereka (investor) prihatin cukup tidak cadangan devisanya," tuturnya.
       
Sedangkan untuk mengantisipasi risiko adanya "capital outflow" dari pasar finansial domestik, cadangan devisa India telah meningkat dari 275 miliar dolar AS di pertengahan 2013 hingga mencapai hampir 345 miliar dolar AS di April 2015 setara dengan 70 persen dari total utang eksternal pada akhir 2014.
       
"Cadangan ini memang cukup untuk menutupi kewajiban utang eksternal jangka pendek, tetapi tidak untuk total utang luar negeri," ujarnya.
       
Ia mengatakan cadangan devisa India itu dapat menutupi delapan bulan impor.
       
Sementara, Turki berada di posisi paling bawah untuk kemampuan membiayai kewajiban utang eksternal jangka pendek dibandingkan negara-negara dengan peringkat utang yang sama.
       
"Makanya Turki itu paling bahaya kalau ada gejolak 'financial market'. Karena rasionya kecil sekali, di bawah 190 persen, tidak cukup untuk tutupi," katanya.