KPK harapkan petinggi Polri pertimbangkan kepentingan besar

id kpk, petinggi polri, polri, harapkan prtimbangkan kepentingan yang lebih besar

KPK harapkan petinggi Polri pertimbangkan kepentingan besar

Ilustrasi (Antarasumsel.com)

...Saya masih punya keyakinan Pak Kabareskrim (Brigjen Pol Budi Waseso) akan melihat kepentingan-kepentingan lebih besar...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mengharapkan petinggi Polri mempertimbangkan kepentingan besar terkait pengusutan kasus penyidik KPK Novel Baswedan, yang ditangkap oleh Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umum Mabes Polri pada Jumat dini hari.
       
"Saya masih punya keyakinan Pak Kabareskrim (Brigjen Pol Budi Waseso) akan melihat kepentingan-kepentingan lebih besar," kata Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi dalam konferensi pers bersama Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji di gedung KPK Jakarta, Jumat.
       
Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading pada Jumat sekitar pukul 00.00 WIB terkait dugaan penganiayaan saat Novel masih bertugas di Polda Bengkulu pada 2004.
       
Pimpinan KPK pun sudah mengajukan surat penangguhan penahanan untuk Novel. Surat perintah penahanan Novel, yang bernomor SP.Han/10/V/2015/Dittipidum, memerintahkann agar Novel sebagai tersangka di rumah tahanan negara cabang Mako Brimob selama 20 hari terhitung 1 Mei sampai 20 Mei 2015. Surat itu ditandatangai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Pol Herry Prastowo.
       
"Seperti kemarin disampaikan situasi KPK-Polri dalam situasi baik secara institusi dan kelembagaan. Saya berharap pada Pak Kaberskrim dan penyidik Polri untuk memberikan ruang kepada pimpinan KPK menjadi penjamin Pak Novel agar tidak ditahan," jelas Johan.
       
KPK sudah mengirimkan surat permohonan penangguhan penahanan Novel dengan jaminan lima orang pimpinan KPK.
       
"Kalau memang Pimpinan KPK sudah minta penangguhan dan menjaminkan diri sebagai perwakilan pribadi maupun kelembagaan, saya kira kalau (permohonan) itu diacuhkan kembali ke sikap pimpinan masing-masing," tambah Johan.
       
Menurut Johan, KPK menghormati  proses hukum yang dilakukan oleh Polri baik di kasus Novel maupun pimpinan KPK non-aktif yang menjadi tersangka Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
       
"Kita hormati kewenangan mereka tapi ada hal-hal untuk kepentingan yang lebih besar dan hal-hal yang sudah dikoordinasikan sebelumnya untuk menjaga harmonisasi KPK-Polri. Kalau Pimpinan KPK saja tidak digubris maka menjadi tidak ada gunanya menjadi pimpinan KPK. Pihak-pihak di sana harus menghormati karena ada kepentingan lebih besar antara KPK dan Polri tanpa mengurangi kehormatan wilayah masing-masing termasuk apa yang perlu diusut Bareskrim," tambah Johan.
       
Jadi, bila Novel tetap ditahan meski pimpinan KPK sudah menjaminkannya, maka menurut Johan yang menjadi taruhan adalah kredibilitas pimpinan KPK.
        
"Ini taruhannya adalah untuk memimpin lembaga ini, kalau tidak bisa (ditanguhkan), ya pilihannya menyerahkan mandat, paling tidak Keppres (pengangkatan pimpinan)," ungkap Johan.
       
Dalam surat penangkapan, disebutkan bahwa Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
       
Surat tertanggal 24 April 2015 itu ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum selaku penyidik Brigadir Jenderal Herry Prastowo.
       
Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan yang menyebabkan tewasnya seseorang pada 2004.
       
Pada Februari 2004, Polres Bengkulu  menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.
       
Novel, yang saat itu berpangkat Inspektur Satu (Iptu) dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu, dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.
       
Pada 5 Oktober 2012 lalu, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedi Irianto bersama dengan sejumlah petugas dari Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya juga pernah mendatangi KPK untuk menangkap Novel saat Novel menjadi penyidik korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas (Korlantas) tahun anggaran 2011.
       
Namun pimpinan KPK menolak tuduhan tersebut karena menganggap Novel tidak melakukan tindak pidana dan bahkan mengambil alih tanggung jawab anak buahnya serta telah menjalani sidang di majelis kehormatan etik dengan hukuman mendapat teguran keras.