Ditjen pajak pakai pesawat "drone" garap perkebunan

id samon jaya, dirjen pajak

Ditjen pajak pakai pesawat "drone" garap perkebunan

Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Sumsel dan Babel, Samon Jaya (Foto:antarasumsel.com/15/Deden)

...Pesawat `drone` ini digunakan untuk mengintai dan mengetahui kondisi sebenarnya suatu perkebunan sawit dan karet, serta pertambangan (batu bara dan timah) yang terkadang secara luas mencapai ratusan hektare...
Palembang, (ANTARA Sumsel) - Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung menggunakan pesawat tanpa awak (drone) untuk mengoptimalkan penerimaan dari sektor perkebunan dan pertambangan.

Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Sumsel dan Babel Samon Jaya di Palembang, Minggu, mengatakan penggunaan alat ini untuk menggali potensi pajak yang tersembunyi, dan mengungkap laporan pajak wajib pajak perusahaan perkebunan dan pertambangan yang tidak sesuai.

"Pesawat `drone` ini digunakan untuk mengintai dan mengetahui kondisi sebenarnya suatu perkebunan sawit dan karet, serta pertambangan (batu bara dan timah) yang terkadang secara luas mencapai ratusan hektare," ucap dia.

Ia melanjutkan, pada sektor ini tidak dipungkiri terdapat sejumlah pengusaha yang mengemplang pajak dengan melakukan manipulasi lahan garapannya.

Menurut dia, secara sederhana hal ini dapat dinyakini kebenarannya karena jumlah penerimaan pajak dari sektor ini terbilang tidak rasional dibandingkan dengan luas area perkebunan dan pertambangan di Sumsel dan Babel.

"Jika perusahaannya mengemplang pajak, sementara karyawannya justru membayar pajak dengan benar (PPh), artinya ada unsur ketidakadilan di sini, ini yang salah satu melatari mengapa fokus membenahi sektor ini" tutur dia.

Ia melanjutkan, dengan menggunakan pesawat tanpa awak ini, maka wajib pajak perusahaan tidak dapat mengelak atas kecurangan yang dilakukan, karena teknologi yang ada pada drone dapat membaca luas area dengan mendekati kebenaran 99 persen.

"Sementara ini yang sudah menggunakan Provinsi Bangka Belitung dengan objek pajak dari perusahaan tambang timah, kurang lebih satu bulan. Ke depan tentunya akan digunakan juga untuk wilayah Sumatera Selatan," tukasnya.

Ditjen Pajak Wilayah Sumsel dan Babel menggenjot penerimaan sektor pertambangan pada 2015, karena pada bidang ini dinyakini telah terjadi kebocoran hebat, menyusul penemuan KPK bahwa pemilik usaha pertambangan banyak yang tidak memiliki nomor pemilik wajib pajak (NPWP).

Menurut Samon, meski 80 persen perusahaan tambang di Sumsel tercatat sebagai wajib pajak DKI Jakarta, namun tidak semestinya sektor pajak utama hanya berkontribusi 9,48 persen.

"Ini yang akan dikejar, saat ini petugas sedang memetakan wilayah Sumatera Bagian Selatan untuk mendapatkan informasi yang valid," ujarnya.

Berdasarkan penerimaan pajak 2014, sektor pertambangan dan penggalian hanya berkontribusi 9,48 persen atau terendah dari sektor lain, industri pengelolahan (17,36 persen), perdagangan besar dan eceran (17,36 persen), konstruksi (11.03 persen), administrasi pemerintahan (10,61 persen), sektor lainnya 34,16 persen.

Ditjen Pajak Sumsel dan Babel mencatat penerimaan sebesar Rp10,110 triliun pada 2014 atau tercapai seratus persen dari target sebesar Rp10,024 triliun.

Pada tahun ini, Ditjen Pajak harus bekerja ektra keras karena dibebani target Rp15,5 triliun atau meningkat 50 persen seiring dengan visi misi Presiden Joko Widodo yang menggenjot penerimaan pajak sekitar 40 persen untuk menunjang APBN.