Lahan pertanian dan hutan Sumsel yang terancam

id alih fungsi lahan, hutan, pertanian, lahan pertanian dan perkebunan sumsel terancam, terancam punah, rusak, menyusut

Lahan pertanian dan hutan Sumsel yang terancam

Ilustrasi - Kawasan hutan mengalami kerusakan parah. (ANTARA FOTO)

...Pengurangan luas lahan pertanian dan hutan tersebut perlu dihentikan sehingga tidak mengancam hilangnya areal produktif penghasil bahan pangan kawasan hutan yang dapat menjaga keseimbangan alam...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Keberadaan lahan pertanian tanaman pangan dan hutan di Provinsi Sumatera Selatan terancam karena luasannya terus berkurang.

Pengurangan luas lahan pertanian dan hutan tersebut perlu dihentikan sehingga tidak mengancam hilangnya areal produktif penghasil bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan hilangnya kawasan hutan yang dapat menjaga keseimbangan alam.

Untuk mencegah penyusutan lahan pertanian dan hutan akibat faktor alam dan ulah manusia yang dengan sengaja melakukan alih fungsi untuk lahan perkebunan, tambang, dan kepentingan lain diperlukan aturan atau regulasi yang jelas dan benar-benar dapat ditegakkan secara tegas.

Aturan pelarangan alih fungsi lahan itu akan menyelamatkan areal pangan produktif dari pengaruh gejolak pertumbuhan ekonomi masyarakat dan mencegah kerusakan hutan yang lebih parah.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Dedek Chaniago menegaskan, pengalihfungsian lahan pertanian dan hutan perlu dilarang dengan tegas.

Untuk mencegah pengalihfungsian lahan pertanian, pihak berwennag perlu mengoptimalkan peraturan daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Pemerintah perlu melakukan penyeleksian secara ketat terhadap permohonan perizinan yang diajukan pemodal yang akan memanfaatkan lahan di dekat kawasan pertanian dan hutan.

Melalui upaya tersebut diharapkan dapat diselamatkan lahan pertanian yang selama ini memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat Sumsel dan provinsi lainnya serta mendukung program pemerintah mewujudkan swasembada beras dan kemandirian pangan.

Selain itu dapat mencegah terjadinya kriminalisasi terhadap petani dan anggota komunitas rakyat yang berupaya mempertahankan sumber-sumber kehidupannya.

Kemudian dapat mencegah pemodal yang berupaya menghancurleburkan ekosistem yang menjadi penyangga kehidupan untuk diubah sesuai kepentingan mereka di wilayah kehutanan, sehingga mengakibatkan kerusakan sumber kehidupan masyarakat yang hidupnya bergantung pada hutan, ujarnya.

          Hentikan Alih Fungsi Lahan


Walhi Sumsel berupaya menghentikan kegiatan alih fungsi lahan pertanian pangan menjadi kebun kelapa sawit dan hutan tanaman industri.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam beberapa tahun ini terus berlangsung. Kegiatan tersebut harus segera dihentikan karena mengancam lahan pertanian pangan.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hadi Jatmiko dalam pernyataannya yang dimuat dalam "Kertas Posisi Walhi" awal Maret 2015 menjelaskan, investasi perkebunan sawit skala besar di provinsi ini dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat hanya manipulasi dalam melanggengkan investasi "rakus" ruang yang sekarang ini mengakibatkan banyak kehilangan lahan pertanian pangan.

Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas wilayah 8.701.742 hektare yang di dalamnya terkandung kekayaan alam melimpah, dan menghasilkan berbagai komoditas seperti beras, buah-buahan, sayur-mayur, dan termasuk hasil sungai seperti perikanan.

Potensi tersebut terutama lahan pertanian pangan keberadaannya semakin terancam karena dengan kekuatan modal perusahaan perkebunan besar mempengaruhi petani tanaman pangan mengalihfungsikan lahannya menjadi kebun sawit.

Untuk menyelamatkan pertanian pangan, pihaknya mengharap pemerintah daerah seluruh kabupaten di Provinsi Sumsel melakukan beberapa hal yang dapat menghentikan kegiatan alih fungsi lahan tersebut.

Beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah daerah yakni meninjau ulang perizinan hak guna usaha (HGU), konsesi pertambangan, dan hutan tanaman industri (HTI) yang ada di setiap wilayah kabupaten yang memiliki potensi pertanian pangan.

Kemudian, menurut dia, pemda harus membuat perda yang melarang keras alih fungsi lahan pertanian pangan untuk perkebunan atau kegiatan nonpangan, serta setiap pemda harus memiliki kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) yang berkaitan dengan tata ruang kelola pertanian pangan berkelanjutan.

Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan dapat melindungi lahan pertanian pangan serta zona genting yang merupakan wilayah perlindungan dan keselamatan rakyat yang semakin tereduksi berbagai kepentingan investasi dan pembangunan, ujar Hadi.

Sementara aktivis Walhi Sumsel lainnya Syarifudin Kobra menyatakan luas kawasan hutan di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu mengalami penyusutan atau pengurangan yang sangat besar.

"Berdasarkan data dan fakta di lapangan, luasan kawasan hutan Sumsel yang mencapai 3,7 juta hektare, saat ini diperkirakan tidak lebih dari satu juta hektare yang masih tersisa," ujarnya.

Menurut dia, penyusutan kawasan hutan itu disebabkan berbagai faktor, namun manusia yang menjadi penyebab utama.

"Berbagai kegiatan industri, seperti pertambangan, perkebunan, pertambakan dan HTI serta pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan dan rel kereta api menjadi penyumbang utama kerusakan hutan alam di Sumsel," ujarnya.

Dia menjelaskan, kegiatan yang terus mengancam penyusutan luasan hutan seperti ekspansi industri kehutanan atau HTI dan perkebunan.

Khusus sektor HTI, hingga kini tercatat 12 perusahaan yang beroperasi di sejumlah daerah Sumsel dengan total wilayah konsesi mencapai 1.174.635 hektare.

Belum lagi ambisi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam merevitalisasi usaha perkebunan yang berbasis konglemerasi termasuk menggalakkan program "bio fuel" dengan menargetkan satu juta hektare perkebunan kelapa sawit.

Kegiatan yang dapat mengakibatkan terus berkurangnya luasan kawasan hutan di provinsi berpenduduk sekitar 8,6 juta jiwa ini tidak boleh dibiarkan karena dapat mengancam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, konflik sumber daya alam (SDA), meminggirkan hak rakyat atas kedaulatan SDA, serta mengancam keselamatan pangan dan kelangsungan hidup masyarakat.

Untuk menghentikan kerusakan hutan tersebut diperlukan peran serta semua pihak dan lapisan masyarakat mencegah aksi penebangan liar dan pembabatan hutan untuk perkebunan dan pertambangan.

Kemudian kegiatan penanaman pohon kembali juga perlu digalakkan untuk menghinjaukan kembali hutan yang gundul yang mayoritas akibat ulah manusia yang membabat hutan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan.

Melalui berbagai langkah antisipasi dan upaya melindungi hutan tersebut, diharapkan kerusakan hutan di provinsi ini tidak semakin parah.

Selain itu ancaman bencana ekologi seperti banjir dan tanah longsor yang "menghantui" masyarakat setiap tiba musim hujan seperti tahun-tahun sebelumnya diharapkan pula ke depan dapat diminimalkan, kata Syarifudin.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol R Djarod Padakova mengatakan kegiatan perusakan hutan terutama oleh ulah manusia tidak boleh dibiarkan dan menjadi tugas bersama untuk menghentikannya.

"Mengatasi masalah kerusakan hutan menjadi tugas bersama, tidak mungkin bisa ditangani oleh polisi sendirian yang jumlah personelnya sangat terbatas tanpa dukungan dari semua lapisan masyarakat," ujar Kombes Djarod.

Melalui upaya penghentian alih fungsi lahan, partisipasi masyarakat, dan tindakan tegas aparat pemerintah daerah serta kepolisian, diharapkan luas lahan pertanian dan kawasan hutan yang setiap tahun berkurang secara besar-besaran dapat dihentikan.