Profesi kurator kepailitan sangat menggiurkan

id pengacara, peradi

Profesi kurator kepailitan sangat menggiurkan

Sekretaris Peradi Sumsel M Husni Chandra (kiri) menerima sertifikat seminar sehari tentang kepailitan dari ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia Jamaslin James Purba di Gedung Fakultas Hukum Unsri, Palembang, Senin (2/3). (Foto Antarasumsel.c

...Pada saat krisis ekonomi, banyak perusahaan yang dinyatakan pailit sehingga merestrukturisasi aset ke pengadilan sehingga jasa kurator pailit demikian dibutuhkan. Mengapa ? karena jalur ke pengadilan niaga menjadi keharusan berdasarkan keputusan I
Palembang (ANTARA Sumsel) - Profesi kurator kepailitan belum banyak diminati kalangan pengacara meskipun cukup menggiurkan di tengah rentannya suatu perusahaan mengalami kebangkrutan akibat pengaruh krisis ekonomi global.
    
Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba di Palembang, Senin, mengatakan, para pengacara sebagian besar lebih tertarik menggeluti bidang perkara pidana dan perdata, sementara untuk kepailitan yang berhubungan dengan pengadilan niaga relatif kurang berminat lantaran dinilai terlalu berat.
    
"Sebenarnya, menjadi kurator itu mudah saja, tidak sulit seperti dipikirkan pengacara kebanyakan karena cukup mempelajari 380 pasal terkait tata niaga dan mengikuti kursus serta tes," ujar Jamaslin seusai menjadi pembicara dalam seminar bersama Peradi dan mahasiswa Fakultas Hukum Unsri bertajuk "Studium Generale Kepailitan".
    
Ia melanjutkan, kemungkinan besar para pengacara ini enggan lantaran merasa tidak mudah mendapatkan predikat lulus pada ujian yang digelar asosiasi kurator dan Kementerian Hukum dan HAM.
    
Sementara terkait biaya, menurutnya relatif wajar karena seorang kurator nantinya mendapatkan uang jasa sebesar delapan persen dari aset sebuah perusahaan yang bangkrut tersebut setelah merestrukturisasi dan menutup semua aset.
    
"Saya rasa terkait biaya, itu relatif sekali meski untuk kursus dibutuhkan biaya Rp21 juta dan tes Rp4 juta. Namun, ketidaktertarikan lebih karena takut tidak lulus tes," kata dia.
    
Padahal, ia melanjutkan, profesi ini sangat menggiurkan dan dapat dijadikan alternatif lain bagi lulusan Fakultas Hukum yang sudah menjadi pengacara karena pada era ekonomi bebas (setiap negara saling terhubung) terdapat potensi krisis ekonomi global.
    
Ia mencontohkan seperti yang terjadi pada 1998 ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi moneter akibat krisis ekonomi di kawasan Asia.
    
"Pada saat krisis ekonomi, banyak perusahaan yang dinyatakan pailit sehingga merestrukturisasi aset ke pengadilan sehingga jasa kurator pailit demikian dibutuhkan. Mengapa ? karena jalur ke pengadilan niaga menjadi keharusan berdasarkan keputusan IMF mengingat lebih cepat dibandingkan perdata yang bisa membutuhkan waktu sekitar lima tahun," ujar dia.
    
Ketika pengadilan niaga memutuskan sebuah perusahaan bangkrut maka pengadilan akan menunjuk seorang kurator bersertifikat untuk menilai aset yang ada dan membagikan kepada berbagai pihak sesuai dengan putusan pengadilan, seperti tenaga kerja, pihak yang memberikan hutang, dan lainnya.
    
"Yang sulit hanya ketika debitur berupaya menyembunyikan aset, atau menyembunyikan data, selebihnya suatu pekerjaan yang relatif mudah karena untuk suatu kasus terkait sebuah perusahaan diperbolehkan menempuh waktu hingga enam bulan," kata dia.
    
Sementara, Sekretaris Pengurus Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sumsel M Husni Chandra mengatakan pihaknya mendatangkan ketua AKPI dalam seminar tersebut untuk membuka cakrawala berpikir mahasiswa Fakultas Hukum untuk tidak hanya sebatas menjadi pengacara.
    
"Lulusan Fakultas Hukum ini memang bisa diserap di bidang kerja mana saja, tapi terkait dengan kurator ini memang masih sedikit, bisa jadi karena kurangnya informasi dan belum adanya pengadilan niaga di Palembang (masih satu regional dengan Pengadilan Niaga Jakarta,red). Hingga kini, di Sumsel saja hanya ada dua orang yang bisa menjadi kurator," kata Husni.