Atlet berpeluang jadi pilot pesawat komersil

id pilot, penerbang, atlet penerbang, paralayang, paramotor

Atlet berpeluang jadi pilot pesawat komersil

Siswa sekolah penerbang. (FOTO ANTARA)

...Apa susahnya bagi atlet dirgantara untuk menjadi pilot sungguhan (pesawat komersil, red) karena mereka sejatinya sudah menerbangkan pesawat. Tinggal mau atau tidak untuk mengejar lisensi,...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Salah seorang instruktur penerbang mengatakan seorang atlet yang bergelut di olahraga dirgantara bisa menjadi pilot pesawat komersil asalkan bersedia mengambil lisensi penerbang yang dikeluarkan otoritas yang ditetapkan oleh pemerintah.
    
Instruktur penerbang Chepy R Nasution mengatakan di Palembang, Selasa, sejumlah atlet aero sport mulai memanfaatkan kesempatan ini terutama mereka yang bergelut di bidang paralayang dan paramotor.
    
"Apa susahnya bagi atlet dirgantara untuk menjadi pilot sungguhan (pesawat komersil, red) karena mereka sejatinya sudah menerbangkan pesawat. Tinggal mau atau tidak untuk mengejar lisensi," kata Chepy seusai peluncuran "Sriwijaya International Air Show 2015" bersama Danlanud TNI AU Palembang Sapuan dan GM PT Angkasa Pura II Palembang Zulfahmi.
    
Ia mengemukakan, keadaan ini menjadi peluang bagi atlet mengingat seseorang yang berkeinginan menjadi pilot harus melalui sekolah penerbang dengan biaya sekitar 65 ribu dolar AS dalam satu tahun.
    
Keadaan ini berbeda bagi atlet dirgantara karena tidak perlu mengawali di sekolah penerbang mengingat dapat memotong kompas dengan cara mengikuti tes di Kementerian Perhubungan. Tes ini berkaitan dengan uji kesehatan fisik dan psikologi dan kemampuan berbahasa Inggris.
    
"Jika sudah dinyatakan lulus, maka atlet dapat mengumpulkan jam terbang (rating) hanya 40 jam untuk mendapatkan lisensi sebagai pilot pesawat pribadi. Untuk mendapatkan rating ini, sangat mudah sekali, cukup bergabung dengan klub saja di dalam atau di luar negeri," ujar dia.
    
Setelah itu, atlet juga bisa meningkatkan lisensi pilot pesawat komersil dengan cara yang sama untuk mencapai syarat rating 200 jam untuk perusahaan penerbangan di Indonesia dan 1.500 jam untuk perusahaan penerbangan di luar negeri.
    
Meski atlet mengetahui peluang menjadi pilot profesional tersebut, menurut Chepy tidak banyak yag pada akhirnya mau ambil bagian. 
    
Kondisi ini cukup disayangkan karena bisnis penerbangan di Tanah Air mengalami pertumbuhan sekitar 11 persen per tahun dengan dibarengi kebutuhan pilot mencapai 600 orang per tahun. 
    
Pada sisi lain, sekolah penerbang di Indonesia hanya mencapai 24 buah dengan mencetak tidak sampai 200 orang penerbang setiap tahun.
    
"Umumnya, para atlet ini hanya ingin menyalurkan hobi berpetualang. Contohnya saya yang sewaktu usia masih muda tidak mau bekerja sebagai pilot profesional meskipun bisa. Hanya sekadar lisensi itu pasti bisa didapatkan seorang atlet yang sudah terbiasa menerbangkan pesawat untuk bertanding meski pesawatnya kecil," ujar dia.