Produk hutan Indonesia bernilai 10 miliar dolar

id hutan, produksi, menhut, Forestry Certification Coorporation

Produk hutan Indonesia bernilai 10 miliar dolar

Ilustrasi - Sejumlah rumah terlihat di dalam kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (13/9). (FOTO ANTARA)

Pekanbaru  (ANTARA Sumsel) - Chairman Indonesian Forestry Certification Coorporation Dradjad H Wibowo menyatakan produk kehutanan Indonesia memiliki nilai ekspor lebih dari 10 miliar dolar AS.

Produk kehutanan Indnesia harus memenuhi tuntutan sertifikasi jika ingin terus bersaing di pasar global, kata Dradjad H Wibowo kepada Antara di Pekanbaru lewat pesan elektronik yang diterima, Kamis sore.

"Dengan demikian meningkatnya permintaan konsumen akan produk yang bersumber dari hutan yang dikelola lestari tidak bisa dibantah lagi. Ekspor produk kehutanan senilai lebih dari 10 miliar dolar AS bakal terganggu jika tidak mampu menunjukan bukti bersumber dari hutan yang dikelola lestari," katanya.

Untuk itu, lanjut dia, diperlukan bukti yang bisa meyakinkan konsumen. "Konsumen mendapat kemudahan mendapat produk tersebut dengan melihat logo sertifikat pengelolaan hutan kestari," kata dia yang saat itu sedang meluncurkan skema sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan lacak balak (CoC) IFCC di Jakarta.

IFCC telah mendapat endorsement dan menjadi bagian dari Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), sebuah skema sertifikasi hutan terbesar di dunia. Lebih dari 264 juta hektare hutan dan 15.804 perusahaan telah disertifikasi PEFC.

Dradjad mengklaim, berbekal sertifikat yang dikeluarkan pihaknya, produk hutan Indonesia akan mendapat akses pasar yang lebih baik. Dia juga berjanji, IFCC dan PEFC akan membantu mempromosikan produk hutan Indonesia untuk mendapat pasar yang lebih luas.

"Banyak perusahaan dan konsumen dunia yang mengakui sertifikat dan logo PEFC sebagai bukti mereka hanya membeli produk kayu, pulp, kertas, dan turunannya yang berasal dari hutan yang dikelola lestari," kata Dradjad.

IFCC menargetkan untuk mensertifikasi setidaknya 10 perusahaan kehutanan nasional pada tahun depan. Menurut Dradjad, skema sertifikasi yang dibangun pihaknya dilakukan secara terbuka dan melibatkan pemangku kepentingan, termasuk LSM. Dia juga memastikan sertifikasi IFCC yang bersifat sukarela, akan melengkapi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diwajibkan pemerintah

CEO  PEFC International Ben Gunneberg mengungkapkan, saat ini sekitar 10 persen luas hutan dunia, dan 28 persen kayu bulat yang diproduksi telah mendapat sertifikasi hutan lestari. Dimana 60 persennya menggunakan sertifikasi PEFC.

Dia melanjutkan, skema PEFC disusun dengan pendekatan bottom up. "Hal itu menjadikannya bisa mengakomodikasi kebijakan dan kearifan pengelolaan hutan setempat," katanya.

Di tempat yang sama Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin menyambut baik peluncuran sertifikasi IFCC.

Dia berharap sertifikasi tersebut dapat memperkuat posisi tawar dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk Indonesia di pasar global.

'Kami optimistis produk Indonesia akan semakin diakui sebagai produk ramah lingkungan dan kompetitif," ujar dia.

Ke depan, Kusnan berharap agar sertifikasi IFCC dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, yaitu membangun kerjasama yang saling menguntungkan antara para pemangku kepentingan dalam rangka menyeimbangkan fungsi kelestarian lingkungan, kesejahteraan bagi masyarakat, dan manfaat ekonomi bagi perusahaan dan pendapatan negara.

"Selama ini, potensi pertumbuhan industri kehutanan yang lestari di Indonesia belum optimal. Sertifikasi IFCC ini diharapkan dapat memperluas pasar produk Indonesia di negara tujuan ekspor," kata Kusnan.