Wali kota Palembang didakwa keterangan tidak benar

id romi herton, wali kota palembang

Wali kota Palembang didakwa keterangan tidak benar

Wali Kota Palembang non aktif Romi Herton (Foto Antarasumsel.com/Nila Fuadi/14/I016)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Wali Kota Palembang non aktif Romi Herton dan istrinya Masyito didakwa memberikan keterangan tidak benar dalam penyidikan kasus yang melibatkan mereka dalam perkara pidana korupsi dan pencucian uang dalam perkara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

 "Penuntut umum pada KPK memanggil terdakwa Romi Herton dan Masyito untuk menghadiri sidang sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang atas nama terdakwa Akil Mochtar," kata jaksa penuntut umum KPK Ely Kusumastut, Kamis.

Tetapi, sebelum  memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan diminta oleh Muhtar Ependy untuk memberikan keterangan bahwa para terdakwa tidak kenal Muhtar Ependy, dan terdakwa Masyito tidak pernah datang dan tidak pernah menyerahkan uang kepada Muhtar Ependy di BPD Kalbar pada bulan Mei 2013 terkait dengan pengurusan sengketa pilkada kota Palembang.

Atas permintaan Muhtar tersebut, Romi dan Masyito sepakat memberikan keterangan tidak benar sesuai arahan Muhtar (orang dekat Akil) saat pemeriksaan saksi di pengadilan terhadap terdakwa Akil Mochtar.

Sehingga pada pemeriksaan pada 27 Maret 2014 di pengadilan Tipikor, meski Romi dan Masyito berada di bawah sumpah, keduanya sengaja memberikan keterangan tidak sebenarnya yaitu: Romi dan Masyito menerangkan tidak mengenal dan berkomunikasi dengan Muhtar Ependy meski saksi-saksi lain menjelaskan bahwa Masyito dan Muhtar Ependy pernah datang ke kantor BPD Kalbar cabang Jakarta.

Kedatangan ke kantor BPD Kalbar itu adalah untuk memberikan uang sebesar Rp11,395 miliar dan 316.700 dolar AS ke Muhtar.

Kesaksian itu didukung dengan bukti elektronik yang berasal dari telepon selular merek Samsung milik Romi Herton dengan kontak yang memuat nama "Muhtar MK" yang merujuk pada Muhtar Ependy; telepon selular Iphone 5 yang disita dari Muhtar dan ditemukan nama "PLB KIYAY" yang merujuk Romi Herton dan "PLB AYU ROMI" dan "AYU LAGI ROMY" yang merujuk pada nomor kontak Masyito.

Di dalam ponsel tersebut juga ditemukan pesan singkat dari Muhtar ke Romi melalui ponsel istri muda Romi yaitu Liza Sako berisi "Biar pak Ketua sama saya bisa nonton di ruangan" dan dibalas Romi "Segera meluncur nak motor. Namanya mirza ato thia" dan dijawab Muhtar "sudah kiay, udah terima gambar CD kiay".

Masyito juga mengirim pesan singkat ke Muhtar Ependy mengenai sudah dibukanya kotak surat suara di Palembang pada 8 Mei 2013.

Meski Romi dan Masytio menerangkan tidak pernah memesan atribut pilkada dan pelantikan wali kota terpilih yang diproduksi oleh PT Promic Internasional milik Muhtar Ependy, namun ditemukan nota tagihan kepada Romi dan ada barang bukti berupa produk PT Promic Internasional yang dipesan oleh Romi dan Masyito dengan tulisan "Ucapan Terima kasih dari H Romi Herton dan H Harno Joyo (Wali kota dan Wakil Wali kota Palembang).

Selanjutnya, Romi dan Masyito juga menerangkan tidak pernah menyerahkan uang ke Muhtar Ependy di BPD Kalbar cabang Jakarta, padahal saksi dan alat bukti menyatakan bahwa Masytio datang ke BPD Kalbar untuk menyerahkan uang ke Muhtar dan uang tersebut kemudian didititipkan ke Iwan Sutaryadi.

Hal itu didukung dengan salinan laporan check kendaraan kawasan Gedung Wisma Eka Jiwa bahwa mobil miliki Romi dan Masyito masuk ke tempat tersebut.

 Atas perbuatan itu, keduanya dikenaan pasal 22 atau 21 jo pasal 35 UU No 31 tahun 1999 jo No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai perbuatan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman penjara 3-12 tahun dan denda Rp150-600 juta.

Selain dakwaan tersebut, Romi dan Masyito juga didakwa memberikan uang Rp14,145 miliar dan 316.700 dolar AS (sekitar Rp3,8 miliar) kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) kota Palembang yang sedang ditangani oleh Akil.

Dakwaan itu berdasarlan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 13 tahun 1999 jo pasal 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai  perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana 3-15 tahun penjara dan denda Rp50 juta hingga Rp750 juta.

Atas dakwaan itu Romi dan Masyito tidak mengajukan keberatan (eksepsi) sehingga sidang pemeriksaan saksi dilanjutkan pada 27 November 2014.