KPK periksa Mahyuddin mantan ketua komisi X

id kpk, periksa mahyuddin

KPK periksa Mahyuddin mantan ketua komisi X

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - KPK memeriksa Mahyuddin, mantan Ketua Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Wisma Atlet Southeast Asian (SEA) Games dan Gedung Serbaguna Sumatera Selatan 2010-2011.

"Saksi Rizal Abdullah," kata Mahyuddin saat tiba di gedung KPK Jakarta sekitar pukul 10.00 WIB di Jakarta, Rabu.

Mahyuddin datang dengan mengenakan batik biru lengan panjang dan berpeci hitam.

Ia mengatakan tidak tahu mengenai pertanyaan yang akan diajukan.

"(Tentang, red.) anggaran, tapi saya jelaskan kalau sudah selesai," katanya.

Pada Selasa (3/11), KPK sudah memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 asal Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan I Wayan Koster.

"Tadi membahas proses pembahasan anggaran perubahan APBN 2010 untuk kegiatan SEA Games 2011 khususnya pembangunan Wisma Atlet Palembang, tidak ada lobi untuk anggaran," kata Koster pada Selasa (4/11).

Direktur PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang saat bersaksi di persidangan pernah mengungkapkan istilah "Pak Ketua" adalah kode untuk Mahyuddin.    

Percakapan BlackBerry Messanger (BBM) antara Rosa dan mantan anggota Komisi X dari Fraksi Demokrat Angelina Sondakh mengungkapkan adanya jatah "apel malang" yang berarti uang rupiah untuk "Pak Ketua".

Saat dikonfirmasi dalam persidangan, Mahyuddin tidak membantah bahwa dirinya biasa disebut "Pak Ketua" di Komisi X, akan tetapi ia menegaskan siapa pun pimpinan yang memimpin rapat komisi, baik ketua komisi maupun wakil ketua komisi, dipanggil "Pak Ketua."

Terkait dengan proyek Wisma Atlet, Mahyuddin juga membantah ada pihak yang berupaya meloloskan anggaran proyek senilai Rp191 miliar.

Menurut Wahyudin, pembahasan anggaran wisma atlet antara pemerintah dan DPR berlangsung cukup lama.

KPK menyangkakan Rizal berdasarkan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pada persidangan 11 Agustus 2011 terhadap Manager Marketing PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris, Rizal mengaku mendapatkan uang Rp400 juta dari El Idris secara bertahap, yaitu uang Rp250 juta, tiket perjalanan ke Singapura dan Australia seharga Rp50 juta, dan terakhir menerima Rp100 juta tunai pada akhir 2010.

Uang tersebut sebagai komisi dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games atas PT DGI pada proyek tersebut.

Rizal juga sempat mengungkapkan adanya "fee" 2,5 persen untuk Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dari nilai uang muka proyek Rp33 miliar yang didapat PT DGI selaku pemenang tender pembangunan Wisma Atlet SEA Games, Palembang.

Kasus Wisma Atlet sendiri sudah menyeret ke penjara sejumlah pihak, antara lain mantan Bendahara Umum Partai Demokrat sekaligus pemilik Permai Grup Muhammad Nazaruddin, Direktur Marketing Permai Grup Mindo Rosalina Manulang, mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharam, serta pemilik PT DGI El Idris.

Mohammad El Idris telah divonis dua tahun penjara plus denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan oleh majelis hakim Tipikor. Nama Rizal, dalam vonis El Idris menjadi salah satu pihak yang terbukti diberikan uang suap oleh PT DGI.