PLTU Sumsel target beroperasi 2018

id pltu, pltu sumsel

PLTU Sumsel target beroperasi  2018

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (FOTO ANTARA)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Pemerintah menargetkan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap mulut tambang Sumatera Selatan 9 dan 10 berbahan bakar batu bara dengan kapasitas total 1.800 MW dapat beroperasi pada 2018-2019.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman di Jakarta, Senin mengatakan, pengoperasian proyek PLTU Sumsel 9 dan 10 mesti bersamaan dengan penyelesaian kabel transmisi bawah laut yang menghubungkan Sumsel hingga Jabar.

"Proyek PLTU Sumsel 9 dan 10 harus selesai bersamaan dengan jaringan transmisi bawah lautnya yakni antara 2018-2019," katanya.

Namun ia enggan menjelaskan progres tender prakualifikasi proyek PLTU maupun kabel transmisi  Sumsel-Jabar dengan teknologi tegangan tinggi arus searah (high voltage direct current/HVDC) yang kini sedang berlangsung.

"Untuk proses tender, silahkan ditanyakan ke PLN," katanya.

Hanya saja, lanjutnya, proses tender PLTU Sumsel 9 dan 10 mesti mengikuti surat Menteri ESDM No 5327/26/MEM.L/2014 tertanggal 21 Agustus 2014.

Sesuai surat tersebut PLN diminta tidak perlu membatasi kalori batu bara untuk proyek PLTU Sumsel 9 dan 10.

Proyek diminta mengacu Permen ESDM No 10 Tahun 2014 yang menyebutkan pemanfaatan batu bara memakai formula biaya produksi ditambah marjin.

Selain juga, Menteri ESDM mengharapkan proses pengadaannya dilakukan secara efisien, efektif, transparan, terbuka, tidak diskriminatif, dan akuntabel.

"PLN tinggal menindaklanjuti surat tersebut," katanya.

Jarman menambahkan, pemerintah berkepentingan proyek PLTU Sumsel 9/10 dan juga HVDC bisa segera selesai karena untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat baik di Jawa maupun Sumatera.

Ia berharap pemenang tender proyek pembangkit dan transmisi segera ditetapkan.

"Kedua proyek ini penting untuk mengatasi pertumbuhan kebutuhan listrik di Jawa dan Sumatera ke depan," ujarnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi meminta pemerintah memprioritaskan pembangkit batu bara untuk mengatasi krisis kebutuhan listrik ke depan.

Menurut dia, biaya pokok pengadaan (BPP) pembangkit batu bara merupakan terendah dibandingkan lainnya, sehingga bisa segera memenuhi kebutuhan daya listrik ke depan.

Dengan demikian, pemerintah bisa memulai pembangunan pembangkit batu bara sebelum nantinya diikuti energi baru dan terbarukan (EBT).

Apalagi, lanjut politisi Partai Golkar itu, saat ini, pasar ekspor batu bara sedang menurun karena kondisi global, sehingga bisa lebih dimanfaatkan di dalam negeri.

Komisi VII DPR dan Pelaksana Tugas Menteri ESDM sekaligus Menko Perekonomian Chairul Tanjung dalam rapat kerja pekan lalu sudah menyepakati porsi minyak dalam bauran energi pembangkit dalam RAPBN 2015 tersisa 8,53 persen atau turun dibandingkan 2014 yang 9,7 persen.

Sementara, porsi batu bara dalam bauran energi pembangkit ditingkatkan dari 56,12 persen pada 2014 menjadi 57,33 persen di 2015.

Komposisi bauran energi pembangkit dalam RAPBN 2015 selengkapnya adalah minyak 8,53 persen, gas 23,21 persen, batu bara 57,33 persen, air 6,13 persen, panas bumi 4,74 persen, dan energi terbarukan lainnya 0,06 persen.