Hak memilih warga negara Indonesia tidak bisa diwakili

id pilkada, pilkada langsung

Hak memilih warga negara Indonesia tidak bisa diwakili

Pilkada langsung (FOTO ANTARA)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Bersih 2014 menegaskan hak memilih warga negara tidak bisa diwakili sehingga gagasan pemilihan kepala daerah melalui DPRD mesti ditolak.

Siaran pers Koalisi yang diterima di Jakarta, Jumat, menyebutkan RUU Pilkada yang sedang digodok antara DPR dan pemerintah saat ini akan meniadakan hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan atau menentukan pemimpin mereka dalam pemerintahan daerah secara langsung.

Padahal, menurut Koalisi, pemilihan langsung akan membuat warga terdidik untuk mencari tahu sosok calon pemimpinnya. Hubungan langsung akan membuat warga dan pemimpin menjadi interaktif dan dialogis sehingga bisa mengontrol secara langsung kesalahan pemimpin.

Selain itu, melalui pilkada langsung, masyarakat bisa mengajukan program sejak dalam penyusunan visi misi kandidat hingga pengawalan implementasi. Disinilah masyarakat korban konflik atau bisa mengajukan prioritas program antara lain melalui kontrak politik.

Sebaliknya dengan RUU Pilkada sekarang ini, setiap warga negara dinilai kehilangan hak untuk dipilih, mengingat DPRD hanya akan memilih kader partai diantara mereka.

Selanjutnya, argumen bahwa alasan pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagai cara untuk efisiensi biaya dan mengurangi konflik merupakan argumen yang keliru.

Koalisi mengingatkan bahwa tugas DPR dan DPRD adalah untuk membuat aturan, mengawasi pemerintahan dan menyusun anggaran, bukan mewakili setiap anggota masyarakat dalam memilih pemimpin.

JIka DPRD mewakili pemilihan, maka ke depannya sosok Gubernur dan Bupati/Wali Kota akan mengatakan bahwa mereka dipilih oleh partai pendukungnya, sehingga hanya taat pada agenda partai dan koalisinya.

LSM juga mengingatkan bahwa di dalam DPR, RUU Pilkada didukung oleh partai dan fraksi yang tergabung Koalisi Merah Putih yang kalah dalam Pilpres 2014. Koalisi ini ingin menjadikan RUU Pilkada sebagai balas dendam kekalahan kepada pihak Jokowi-JK dengan cara menguasai kepala-kepala daerah.

Untuk kedepannya, yang harus didorong adalah Pilkada serentak untuk efisiensi anggaran, akses pemantauan Pilkada oleh masyarakat umum, dan penegakan hukum atas kekerasan dan suap yang dilakukan oleh partai politik dan calon yang diusungnya.

Koalisi Bersih 2014 terdiri atas Indonesian Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Sebelumnya, akademisi Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang mengatakan, wacana Pilkada melalui DPRD merupakan imbas dari kekalahan Koalisi Merah Putih dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014.

"Wacana Pilkada DPRD ini tidak bisa dipisahkan dari fenomena politik pilpres. Koalisi Merah Putih ingin terus mengganggu pemerintahan Jokowi-JK," kata Ahmad di Kupang, Kamis (11/9).

Dia menilai, sikap anggota DPR terutama yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih untuk menghapus Pilkada langsung adalah sebuah kecengengan politik.