PT Pelindo II setengah hati berlakukan rupiah di pelabuhan

id pt pelindo, pelindo, pelabuhan, bongkar muat, tarif rupiah, setengah hati berlaukan tarif dengan rupiah

PT Pelindo II  setengah hati berlakukan rupiah di pelabuhan

Ilustrasi - Aktivitas bongkar muat di pelabuhan Boom Baru Palembang. (Foto Antarasumsel.com/Yudi Abdullah)

...Pembayaran dengan rupiah, tetapi pencantuman tarif dengan dolar Amerika Serikat, itu plin-plan. Ada kesan Pelindo sangat berat hati meninggalkan transaksi dengan dolar AS...
Banjarmasin (ANTARA Sumsel) - Anggota DPR-RI Habib Nabiel Almusawa meminta PT Pelindo II tidak setengah hati dalam memberlakukan mata uang rupiah di pelabuhan-pelabuhan yang dikelolanya.
        
"Pembayaran dengan rupiah, tetapi pencantuman tarif dengan dolar Amerika Serikat, itu plin-plan. Ada kesan Pelindo sangat berat hati meninggalkan transaksi dengan dolar AS," ujarnya di Banjarmasin, Sabtu.
        
Permintaan legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan itu mengomentari rencana Pelindo II yang tetap akan mencantumkan tarif dalam dolar AS meski pembayarannya dikonversi ke rupiah.
        
"Yang saya minta itu sejalan pula dengan permintaan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung yang meminta transaksi keuangan di kawasan pelabuhan di seluruh Indonesia dalam tiga bulan ke depan wajib menggunakan mata uang rupiah," ucapnya.
        
Kewajiban menggunakan mata uang rupiah tersebut, ungkap politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu sesuai amanat Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
        
"Permintaan Menko Bidang Perekonomian itu setelah mendapati transaksi keuangan di Pelabuhan Tanjung Priok masih banyak menggunakan mata uang dolar AS. PT Pelindo II siap melaksanakan permintaan itu tetapi pencantuman tarifnya direncanakan tetap menggunakan mata uang dolar AS," ungkapnya.
        
Habib berpendapat, pencantuman tarif itu mentaati UU 7/2011. "Pasal 33 UU No 7/2011 menegaskan penolakan untuk menerima rupiah bisa dikenai sanksi pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp200 juta," ujarnya.
        
"Kita semua harus bersama-sama mengurangi tekanan atas rupiah dalam transaksi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus di depan memberi contoh," ujarnya.
        
Karena itu, sarannya, urungkan rencana pencantuman tarif dengan mata uang dólar AS.
        
"Mencantumkan tarif dólar AS sama saja dengan menggunakan simbol AS di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Banggalah dengan rupiah, simbol NKRI," demikian Habib Nabiel.