Juru bicara Kemenpora bedah buku di Galeri foto ANTARA

id galeri foto, galeri foto jurnalistik antara

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Deputi V Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S. Dewa Broto melakukan bedah buku karyanya berjudul "The PR: Tantangan Public Relations di Era Keterbukaan Informasi" di Galeri Foto Jurnalistik Antara.

Bedah buku berjudul tersebut dilakukan di hadapan calon pewarta Antara, wartawan, karyawan, dan sejumlah mitra di Jakarta, Jumat.

"Ini menceritakan tentang bagaimana saya berperan sebagai pejabat kehumasan di lingkungan Kominfo ketika saya masih menjabat sebagai Kepala Pusat Informasi dan Humas di Kemenkominfo," kata Gatot S. Dewa Broto.

Buku karya Gatot yang juga juru bicara Kemenpora itu berjudul The PR yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 2014 menjadi bukti kiprahnya sebagai birokrat kehumasan dalam menghadapi keterbukaan informasi.

"Di sini saya menceritakan tentang pengalaman saya salah satunya dalam menghadapi tim advanced dari Gedung Putih dalam KTT Asean di Bali," katanya.

Saat itu ia diuji menghadapi betapa rumitnya protokoler kepresidenan AS, sehingga kemampuannya dalam berdiplomasi dan menerapkan pengalamannya sebagai humas selama 20 tahun.

Selain KTT ASEAN, buku itu juga memuat tentang hebohnya isu frekuensi radio, pembangunan menara telekomunikasi, RIM Blackberry, UU ITE, sampai RPM Konten.

"Saya tidak ingin buku ini dikatakan plagiat jadi berbagai bahan pustaka saya sebutkan selengkap-lengkapnya bahkan alamat URL untuk konten berita di internet juga saya sertakan," katanya.

Gatot sekaligus berharap buku itu bisa menjadi rujukan bagi konsultan PR yang sering memberikan pelatihan bagi humas-humas di berbagai instansi.

"Saya berharap buku ini bisa menularkan virus menjadi PR yang siap setiap saat menghadapi berbagai isu," katanya.

Rencananya Gatot akan menerbitkan buku kedua pada September 2014 dengan judul yang sama tetapi menceritakan isu terbaru yang dikemas dengan lebih "nakal".

Beberapa bahan bahasan yang akan diangkat adalah ketika ia harus menjadi pesakitan di KPK karena dianggap memberikan gratifikasi dan suap kepada wartawan.

Selain itu juga membahas tentang pengalamannya menjadi saksi pada berbagai kasus di Bareskrim.

"Saya juga sajikan pengalaman saya ketika mempersiapkan teleconference dengan Presiden, padahal posisi saya ketika itu berada di gerbong kereta yang berhenti di tengah-tengah sawah," katanya.