Penebangan oleh APP ancaman harimau Sumatera

id harimau, terancam, penebnagn, hutan, harimau sumatera

Penebangan oleh APP ancaman harimau Sumatera

Ilustrasi - Harimau Sumatera (FOTO ANTARA)

...Harimau Sumatera merupakan satu-satunya sub-spesies harimau yang masih tersisa di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2004, populasinya hanya tersisa sekitar 400 ekor...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Operasi penebangan hutan alam oleh Asia Pulp and Paper (APP) dan pemasoknya dinilai berdampak besar bagi ancaman keberadaan harimau Sumatera.
        
Communications Coordinator WWF-Indonesia Desma Murni di Jakarta, Minggu, mengatakan hal itu akibat banyaknya konsesi yang tumpang tindih pada habitat binatang langka itu, yang justru pada kawasan yang belum dilindungi secara hukum.
        
"Sebagai pemilik konsesi, sejak awal APP tidak menunjukkan tanggung jawab dengan membuka hutan pada kawasan yang sudah diidentifikasi merupakan habitat satwa dilindungi," katanya.
        
Desma mengungkapkan, harimau Sumatera merupakan satu-satunya sub-spesies harimau yang masih tersisa di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2004, populasinya hanya tersisa sekitar 400 ekor, dan terus menurun tiap tahunnya karena aktivitas pembukaan lahan secara eksploitatif.
        
"Jika hal ini terus dibiarkan, harimau Sumatera sebagai top predator akan punah," katanya.
        
Saat ini, lanjutnya,, APP mungkin tidak melakukan kegiatan penebangan di kawasan tersebut, tetapi berdasarkan laporan Eyes on the Forest (EoF), industri kertas dan bubur kertas itu masih menebangi hutan alam pada April 2013 setelah membuat komitmen tidak lagi menebangi hutan alam.
        
Desma mengungkapkan, sebagian besar konsesi HTI APP terutama di Pulau Sumatera, diketahui berada di lahan gambut yang keseluruhannya menggunakan sistem drainase/kanal sebagai tata manajemen airnya.
       
Kebijakan Hutan baru APP (Forest Conservation Policy/FCP) hanya mengisyaratkan untuk meneruskan dan melakukan studi High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS)) di kawasan yang masih berhutan dan memasok kayu alam.
        
"Padahal seperti kita ketahui sebagian besar konsesi HTI APP telah dibuka dan dikonversi menjadi perkebunan Akasia. Akibatnya tidak akan dilakukan evaluasi terhadap hutan tanaman yang sudah ada dalam studi HCV dan HCS," ungkap Desma.
        
Ia mengungkapkan, hasil pemantauan WWF menunjukkan APP tidak mengikuti ketentuan Kemenhut untuk mempertahankan komposisi tata ruang konsesi HTI untuk tanaman pokok sebesar 70 persen tanaman unggulan setempat seperti meranti 10 persen, dan tanaman kehidupan 20 persen. "Pengamatan kami di mayoritas konsesi APP sama sekali tidak diterapkan aturan 70:30," katanya.
        
Lebih jauh Desma mengungkapkan, keselamatan harimau Sumatera dan keberadaan mereka di blok Kerumutan maupun Pulau Muda tetap menjadi pertanyaan besar. Selain banyaknya korban manusia yang jatuh, APP juga tidak transparan dalam penanganan konflik.
       
Desma meminta APP bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena hal itu sudah menjadi komitmen yang mengikat secara hukum di tahun 2007 dan pengelolaan hutan APP dan pemasoknya.
        
Lebih jauh Desma meminta, dalam menangani konflik manusia dan harimau, agar perusahaan itu mengambil langkah bijak dengan tidak menangkap dan memindahkan harimau ke taman safari melainkan mengikuti saran dan kesepakatan para ahli harimau maupun lembaga konservasi.
        
Sebelumnya Organisasi lingkungan hidup Greenomics Indonesia menyatakan kebijakan konservasi hutan raksasa Asia Pulp and Paper (APP) yang dilaksanakan sejak Februari 2013 gagal menyelamatkan hutan yang menjadi habitat salah satu satwa paling terancam harimau Sumatera.