Bukit Asam manfaatkan tenaga kerja alih daya

id ptba, bukit asam, tenaga kerja alih daya

Bukit Asam manfaatkan tenaga kerja alih daya

Lapangan Tennis Jakabaring Sport City yang dibangun PT Bukit Asam. (FOTO Antarasumsel.com)

Palembang  (ANTARA Sumsel) - PT Bukit Asam tetap memanfaatkan tenaga kerja alih daya, khusus untuk sejumlah pekerjaan yang bersifat jangka pendek dengan bekerja sama sebuah perusahaan pemberi jasa dalam negeri.

"PT Bukit Asam (PTBA) tidak dapat mengelak dari kebutuhan menggunakan tenaga kerja alih daya seperti untuk sektor kebersihan, namun bisa dijamin bahwa pekerja itu tercukupi karena mendapat pengupahan yang layak," kata Manajer Hukum dan Perizinan PT Bukit Asam Binsar Jon Vic.

Seusai menjadi pembicara pada seminar Lembaga Advokasi Bantuan Hukum dan HAM Pekerja dan Pengusaha Indonesia (LAPPI) di Palembang, Sabtu, Binsar mengatakan PTBA mengadakan pengawasan ketat kepada pemberi kerja untuk menjaga kredibilitas perusahaan.

Meski hubungan dengan pekerja alih daya itu menjadi tidak langsung, tapi perusahaan kerap melakukan komunikasi dan mediasi atas berbagai permasalahan yang muncul dari pekerja alih daya.

"Perusahaan rekanan yang dipilih PTBA haruslah yang mentaati aturan ketenagakerjaan, dengan begitu hak-hak pekerja dijalankan dengan baik," ujarnya.

Perusahaan tambang batu bara itu mempekerjakan sebanyak 2.987 orang dengan status karyawan tetap.

Para pekerja itu menerima berbagai fasilitas seperti jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan kematian.

Pada akhir tahun ini, perusahaan penghasil batu bara tersebut melakukan penerimaan karyawan baru untuk menggantikan sejumlah pekerja yang memasuki usia pensiun. Dalam tiga tahun mendatang, diprediksi terdapat ratusan pekerja yang akan pensiun secara serentak, karena telah memasuki masa kerja sekitar 30 tahun.
   
          Minta UU Direvisi
Sementara, isu yang berkembang saat ini berupa penolakan pekerjaan alih daya oleh sejumlah organisasi buruh yang mengakomodir keinginan sebagian besar masyarakat, tentang perevisian Undang-undang Nomor 13 tahun 2003.

Menurut Kasubdit Harmonisasi Dirjen HAM Dahana Putra, pekerjaan alih daya tidak melanggar HAM asalkan hak-hak pekerja berdasarkan Undang-Undang Dasar terpenuhi.

"Memang perekrutan tenaga kerja tidak boleh borongan karena melanggar HAM, mengingat hubungan yang terjadi harus bersifat individu. Namun, jika fakta di lapangan terjadi pemenuhan hak-hak maka menurut saya boleh-boleh saja," katanya.

Meski ia tidak membatah, alih daya berada dalam posisi tawar yang rendah dan rentan terjadi pelanggaran HAM, karena pekerja tidak memiliki jaminan masa depan, ketidakjelasan sistem penggajian dan karir.

"Saat ini pemerintah sedang mengupayakan perevisian UU nomor 3 tahun 2003 terutama pasal 64 hingga pasal 66. Namun, harus mengakomodasi semua pemangku kepentingan dengan tujuan hak-hak pekerja terpenuhi dan pengusaha tetap leluasa berusaha," ujarnya.

Ia mendapati penolakan terhadap undang-undang itu demikian meluas di Indonesia, seperti di Jatim yang mencatat 26 kasus dari 1.022 perusahaan.

"Sebagian besar tidak ditindaklanjuti karena karyawan yang berdemo akan berujung pemecatan," katanya.

Sementara Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pekerja Informal Seluruh Indonesia (DPP-PERPISI) Abu Bakar Buton mengatakan kesejahteraan pekerja di Indonesia masih jauh dari harapan.

"Jika di Jepang tenaga alih dayanya bisa menggunakan upah satu hari untuk tiga hari bahkan satu minggu, lantas bagaimana di Indonesia, bisa dilihat sendiri," ujarnya.

Seluruh serikat buruh di Indonesia telah mendorong pemerintah untuk segera merevisi UU No 13 tahun 2003, karena terbukti semakin membuat pekerja jauh dari pemenuhan hak.

"Malahan kami minta dihapuskan, tapi hingga kini belum ada langkah nyata dan sebatas mediasi saja," ujarnya. (Dolly)