Masyarakat rindukan harga pangan murah

id pangan, masyarakat sumsel rindukan pangan, pangan murah

Masyarakat rindukan harga pangan murah

Ilustrasi - petani panen padi (FOTO ANTARA)

....Peningkatan produksi pangan dengan sistem yang bagus bisa dihindari terjadinya rawan pangan karena ketidak mampuan masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan kualitasnya....
Palembang  (ANTARA Sumsel) - Masyarakat Indonesia khususunya Sumatera Selatan mengharapkan semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penyediaan pangan bisa meningkatkan produksi pangan dalam negeri, mengurangi impor dan menjaga stabilitas harga.

Selain itu masyarakat mengharapkan pula Hari Pangan tahun ini bisa menjadi momentum pengembangan anekaragaman konsumsi pangan.    

Secara umum masyarakat hanya mengetahui pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan bahan makanan, namun tidak terlalu memahami secara rinci apa sebenarnya pangan itu.

Menurut Dekan Fakultas Pertanian Universitas Baturaja Yetty Oktarina SP, MSi, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah.

Pangan diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman.

Bahkan pangan tersebut memiliki dua jenis yakni pangan segar dan pangan olahan.

Pangan segar seperti beras, gandum, segala macam buah dan ikan adalah pangan yang belum mengalami pengolahan namun dapat dikonsumsi secara langsung atau dijadikan sebagai bahan baku berbagai pangan olahan.

Sedangkan pangan olahan adalah pangan yang telah diolah dan bisa langsung disajikan atau dikonsumsi masyarakat dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, kata master pertanian alumni Universitas Sriwijaya itu.

Sementara menurut ahli pertanian Dora Fatma Nurshanti SP MSi peningkatan produksi pangan nasional, mengurangi impor, menjaga stabilitas harga merupakan untuk mempermudah masyarakat mengakses pangan.

Akses pangan adalah kemudahan masyarakat memenuhi kebutuhan makanannya dalam jumlah cukup dan beragam sesuai budaya setempat guna memenuhi kebutuhan gizinya agar bisa selalu hidup sehat.

"Peningkatan produksi pangan dengan sistem yang bagus bisa dihindari terjadinya rawan pangan karena ketidak mampuan masyarakat untuk mendapatkan bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan kualitasnya," kata dosen luar biasa Universitas Bina Darma Palembang itu.

Ketersediaan pangan yang cukup, merata, aman, dan terjangkau tidak mungkin bisa terwujud jika produksi dalam negeri tidak seimbang dengan jumlah yang sesuai dibutuhkan masyarakat.

Selain meningkatkan produksi dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor bahan pangan perlu dilakukan dengan menganekaragamkan konsumsi sebagai contoh pengaturan komposisi makanan.

Komposisi makanan selain beras, juga umbi-umbian, sagu, kacang-kacangan, ikan, sayur, buah-buahan dan lainnya, kata dia.

Keanekaragaman konsumsi tersebut merupakan upaya untuk mengolah komoditas pangan, terutama nonberas sehingga mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial.

Sebagai contoh mengolah jagung menjadi bubur atau jagung kembang (popcorn), ubi kayu menjadi berbagai macam makanan berat dan makanan ringan dalam bentuk kripik ubi.

Dengan tersedianya bahan pangan dalam jumlah yang cukup, dan sistem distribusi yang bagus bisa menjaga stabilitas harga bahan pangan di pasar serta daya beli masyarakat tidak anjlok.

Turunnya daya beli masyarakat dapat mengakibatkan terganggunya ketahan pangan, oleh karena itu jangan biarkan warga negara ini sulit mengakses pangan guna memenuhi kebutuhan hidup dan gizinya.

Semoga dengan kondisi tersebut harga bahan pangan masyarakat tidak mengalami gejolak seperti yang terjadi dewasa ini, dan "kerinduan" masyarakat mendapatkan bahan pangan dengan harga relatif murah atau terjangkau semua kalangan seperti era sebelumnya bisa terwujud, kata dosen salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka di Kota Palembang itu.  

                Sengketa lahan  
Ketahanan pangan tidak boleh terganggu, untuk itu perlu terus dilakukan upaya peningkatan produksi dan perluasan lahan pertanian.  

Peningkatan produksi pangan melalui intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, serta  rehabilitasi lahan pertanian.

Khusus untuk melakukan perluasan lahan pertanian, sekarang ini terdapat sejumlah kendala terutama mengenai legalitas status lahan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Saddat mengatakan, petani di provinsi ini terganjal aktivitasnya mendukung program ketahanan pangan nasional karena dihadapkan dengan persoalan sengketa agraria yang prosesnya berlarut-larut dan cenderung merugikan kaum tani.

Sengketa agraria dengan perusahaan perkebunan milik swasta dan pemerintah mengakibatkan  para petani kehilangan lahan bercocok tanam menghasilkan pangan yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan dijual kepada masyarakat luas.

"Bagaimana petani ditempatkan pada posisi yang mulia bertanggung jawab memberi makan penduduk, sementara mereka sendiri susah memenuhi kebutuhan makan untuk diri sendiri dan keluarganya," ujar dia prihatin.

Memerlukan perhatian bersama untuk menyelesaikan kasus sengketa agraria yang dihadapi para penghasil pangan negeri ini.

Begitu juga untuk memperbaiki nasib kaum tani yang hingga kini hasil produksinya masih belum mendapat harga yang pantas dan dihadapkan pada sejumlah persoalan lainnya yang harus segera dicarikan jalan keluarnya, kata Sadat.    

Aktivis Walhi Hadi Jatmiko mengatakan, dia dan teman-temannya berupaya membantu petani yang menghadapi masalah sengketa agraria untuk mendapatkan kembali tanah sebagai lahan pertanian atau lahan mencari nafkah guna membawa keluarga keluar dari garis kemiskinan menuju kehidupan yang sejahtera.

Sangat ironis di negara agraris ini, sebagian besar petani yang berada di pedesaan dalam kondisi miskin dan tidak memiliki tanah untuk melakukan usaha tani, kalaupun ada tanah kondisinya bersengketa dengan perusahaan perkebunan besar yang terkesan "kebal" hukum.

"Masalah sengketa agraria yang menimpa petani tidak boleh dibiarkan, karena dapat menghambat upaya peningkatan produksi pangan nasional dan semakin menjauhkan harapan masyarakat yang menginginkan terwujudnya harga pangan yang murah," ujar aktivis Walhi Sumsel itu prihatin. (ANT/Y009)